METANOIAC.ID
Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) dibuat untuk membantu mahasiswa yang berprestasi namun memiliki keterbatasan ekonomi agar tetap bisa melanjutkan kuliah. Program ini menjadi harapan banyak anak muda Indonesia untuk bisa menempuh pendidikan tinggi tanpa harus terbebani masalah biaya. Sayangnya, di beberapa kampus, pelaksanaan KIP-K masih jauh dari kata merata dan adil.
Banyak cerita yang muncul dari mahasiswa, ada yang benar-benar membutuhkan justru tidak lolos, sementara yang terlihat cukup mampu malah mendapatkan bantuan. Bahkan, ada pula penerima yang mengaku tidak melalui proses seleksi yang jelas. Kondisi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, bagaimana sebenarnya proses penentuan penerima KIP-K dilakukan?
Kondisi ini menciptakan jurang ketidakadilan baru di dunia pendidikan. Ketidakjelasan seperti ini bisa menimbulkan rasa tidak percaya, baik dari mahasiswa maupun masyarakat. Jika seleksi KIP-K tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel, maka tujuan utama program ini akan kehilangan makna. Akibatnya, mahasiswa yang seharusnya terbantu justru tertinggal, sementara yang tidak membutuhkan malah menikmati fasilitas tersebut.
Sudah saatnya pihak kampus dan lembaga penyalur bantuan lebih ketat dalam proses verifikasi data calon penerima. Pengawasan perlu dilakukan tidak hanya di awal, tetapi juga secara berkala selama masa bantuan berlangsung. Mahasiswa pun harus diajak untuk berperan aktif melaporkan ketidaksesuaian yang terjadi di lingkungannya, bukan diam melihat ketimpangan.
Pendidikan adalah hak semua anak bangsa, bukan hak istimewa bagi mereka yang “beruntung” dalam sistem yang lemah. Ketika keadilan distribusi bantuan seperti KIP-K dipertanyakan, maka kita perlu bertanya, apakah pendidikan kita masih berpihak pada mereka yang membutuhkan, atau justru semakin jauh dari makna “pintar karena kesempatan yang setara”?. [SRP/425]


