METANOIAC.id Logical fallacy, atau kesalahan logika, mungkin terdengar seperti konsep abstrak yang hanya relevan dalam dunia akademik. Namun, kenyataannya, logical fallacy sering hadir dalam keseharian kita, terutama di era media sosial. Salah satu bentuk yang paling mencolok adalah ad hominem—serangan terhadap pribadi seseorang alih-alih membahas substansi argumennya. Pernahkah Anda mengalaminya? Atau mungkin, tanpa sadar, melakukannya?
Dalam bahasa Latin, ad hominem berarti “kepada manusia”. Dalam praktiknya, Â Â terjadi ketika fokus diskusi beralih dari argumen ke pribadi lawan bicara. Misalnya:
- “Kamu salah karena kamu tidak memiliki pendidikan tinggi.”
- “Pendapatnya tidak valid karena dia pernah gagal dalam bisnis.”
Pernyataan seperti ini tidak membahas inti masalah, tetapi menyerang karakter individu yang menyampaikan pendapat. Mengapa cara ini sering digunakan? Apakah ini tanda kelemahan atau sekadar strategi debat?
Ada beberapa alasan mengapa ad hominem menjadi begitu umum, khususnya di platform media sosial yang serba cepat. Reaksi emosional sering kali membuat seseorang lebih memilih menyerang pribadi lawan daripada memberikan tanggapan yang logis. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman terhadap topik, yang mendorong pengalihan diskusi ke serangan personal, serta budaya polarisasi yang memandang perbedaan pendapat sebagai ancaman daripada peluang untuk belajar.
Budaya polarisasi ini sering muncul karena masyarakat semakin terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling bertentangan dalam pandangan atau ideologi. Dalam situasi seperti ini, ketika seseorang menghadapi argumen yang menentang pandangan mereka, hal itu seringkali dipandang sebagai serangan pribadi atau ancaman terhadap identitas kelompok mereka.Â
Akibatnya, alih-alih membalas dengan argumen yang relevan, individu tersebut cenderung menyerang pribadi lawan untuk melindungi posisi atau kelompoknya. sikap seperti ini bukan menghambat pencarian pemahaman yang lebih baik. Polaritas ini, pada akhirnya mempersempit ruang diskusi dan mengaburkan peluang untuk belajar dari perbedaan.
Dampak dari ad hominem tidak hanya dirasakan oleh individu yang menjadi korban, tetapi juga memengaruhi kualitas diskusi secara keseluruhan.Â
Bagaimana kita dapat mendorong diskusi yang lebih sehat dan bermakna di tengah budaya debat yang sering kali penuh emosi? Mungkin jawabannya dimulai dari diri kita sendiri, dengan belajar mengenali logical fallacy, seperti ad hominem, dan berkomitmen untuk tidak terjebak di dalamnya. [MAP/417]