METANOIAC.id Mulai 1 Februari 2025 pemerintah resmi melarang penjualan gas LPG 3 kg kepada pengecer atau warung kecil. Sehingga gas LPG ini hanya dijual melalui pangkalan resmi pertamina.
Larangan ini bertujuan agar harga yang diterima Masyarakat sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Kita ingin memastikan harga yang diterima masyarakat sesuai dengan batasan yang ditetapkan pemerintah,” kata Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, dilansir dari Kompas.com, Jumat (31/1/2025).
Larangan ini dikeluarkan karena pemerintah menilai bahwa penjualan LPG 3 kg ini sering kali disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak, sehingga pembelian harus lebih terkontrol agar subsidi tepat sasaran.
Akibatnya warga kini harus membeli LPG 3 kg di pangkalan resmi dan menggunakan KTP yang terdaftar. Banyak pemilik warung eceran yang mengaku keberatan dengan kebijakan ini karena mengurangi pendapatan mereka. Dan juga banyak keluhan dari Masyarakat khususnya bagian desa pedalaman yang jauh dari pangkalan.
Inna (45), mengungkapkan bahwa kebijakan ini cukup menyulitkan. “Sekarang sangat susah untuk membeli Gas di warung dekat rumah, stoknya mulai habis karena warga berlomba-lomba untuk menyetok di rumahnya, terpaksa kita yang tidak kebagian harus beli di pangkalan nanti yang jauh dari rumah dan peraturannya yang ribet Dimana kita harus pakai KTP.” ujarnya.
Keluhan seperti yang disampaikan Inna bukanlah satu-satunya. Banyak warga lainnya juga mengalami kesulitan serupa, terutama mereka yang tinggal di desa atau daerah yang jauh dari pangkalan resmi. Sebelumnya, membeli LPG 3 kg bisa dilakukan dengan mudah di warung-warung kecil, namun kini mereka harus menempuh jarak yang lebih jauh dan mengikuti prosedur yang lebih rumit.
Tidak hanya itu, kebijakan ini juga menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat. Dengan semakin terbatasnya akses pembelian, banyak warga yang memilih untuk menyetok LPG di rumah agar tidak kehabisan. Akibatnya, stok di pangkalan sering kali habis lebih cepat,hal ini membuat mereka yang tidak sempat membeli harus menunggu pasokan berikutnya atau mencari ke tempat lain yang lebih jauh.
Bagi sebagian orang, aturan penggunaan KTP yang terdaftar juga menjadi kendala tersendiri. Beberapa warga mengaku belum mengetahui apakah mereka sudah terdaftar atau belum, sementara ada juga yang merasa proses ini terlalu rumit bagi orang tua atau mereka yang tidak terbiasa dengan sistem administrasi digital. Hal ini menambah beban bagi masyarakat yang sebelumnya bisa dengan mudah mendapatkan LPG tanpa prosedur yang panjang.
Selain itu pemilik warung eceran pun mengaku keberatan dengan kebijakan ini. Bagi mereka, penjualan LPG adalah salah satu sumber pendapatan yang cukup penting. Dengan adanya larangan ini, mereka kehilangan pelanggan yang biasa membeli gas bersamaan dengan kebutuhan sehari-hari lainnya. Beberapa warung bahkan mengalami penurunan omset karena pelanggan kini langsung ke pangkalan untuk membeli LPG.
kedepannya, pemerintah perlu meninjau kembali dampak dari kebijakan ini, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil. Jika distribusi LPG tidak dipermudah dan solusi alternatif tidak diberikan, kebijakan ini justru bisa menjadi beban baru bagi masyarakat, alih-alih memberikan manfaat seperti yang diharapkan. [ADR/424, ST/427]