Di tengah-tengah kuburan
Di antara sautan jangkrik malam
Jeda di antara kakiku dikoyak
Jiwaku dibuatnya luluh lantak
Segala tawa mutlak menjadi tiada,
Martabatku dirajam dengan hina
Aku terperosok ke dalam jurang, bersatu bersama zina
Rahimku menyimpan benih lelaki yang menjadi budak selangkangannya.
Tiga purnama berlalu, aku masih bernyawa
Perutku membengkak, menjadi gunjingan para tetangga
Bisingnya menyeruakkan ketakutan di mana-mana
Memunculkan banyak komentar dan praduga
Kata guru, aku tak perlu sekolah lagi
Kata ibu, siapa yang punya benih?
Kata ayah, aku tak boleh keluar rumah lagi
Kata tetangga, dasar tak punya harga diri
Mereka lalu memberiku segulung benang emas
Diikatnya kakiku kuat-kuat, bibirku dijahit rapat-rapat
Agar aku tak bisa lagi berteriak dengan keras
Karena katanya aku adalah aib masyarakat
Mereka tak membiarkanku bergerak, meski tubuhku menggeliat
Karena setiap gerakan yang aku buat
Mendatangkan banyak duka, banyak luka
Tentu saja kubiarkan membusuk dan menganga
Hari ini, hari yang istimewa
Mereka datang membawakan bunga
Menaburkannya di atas batu nisan
Tempatku terbaring diam
[ASR/376]