![]() |
Sosok Sori Ersa Soregar, wartawan Indonesia yang diculik, ditawan, dan tewas diterjang peluru. [Sumber: tirto.id] |
METANOIAC.id Sori Ersa Siregar atau yang biasa disapa Bang Ersa, merupakan wartawan Indonesia yang bekerja pada salah satu stasiun TV Indonesia. Dalam tugasnya sebagai wartawan ia dikenal sebagai sosok yang ulet.
Dalam karirnya sebagai jurnalis sejak tahun 1978, siapa sangka jika dalam tugasnya meliput GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menjadi akhir dalam tugasnya sebagai seorang jurnalis. Tepat 29 Desember 2003 ia dinyatakan tewas diterjang peluru.
Ersa bersama dua orang rekannya yakni Fery Santoro selaku juru kamera dan Rahmatsyah selaku sopir, sore itu 29 Juni 2003 setelah melaksanakan shalat ashar di salah satu masjid yang berada di Kuala Langsa, mereka hendak bertolak ke Lhokseumawe untuk kembali ke pos mereka seusai melakukan peliputan hasil operasi pasukan Marinir TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Dalam perjalanan mereka dihadang oleh sekelompok pria bersenjata yang memaksa mereka untuk turun. Sekelompok orang yang muncul dari kiri kanan selokan tersebut merupakan pemuda GAM. Akhirnya sejak saat itu juga mereka menjadi tawanan pemuda GAM tersebut. Namun, bukan hanya mereka bertiga saja yang turut menjadi tawanan, melainkan juga ada dua orang wanita lainnya yakni Safrida dan Soraya yang merupakan warga sipil. Selama perjalanan mata mereka ditutup, hanya ketika mereka tiba ditujuan barulah mata mereka dibuka.
Sepekan setelah mereka disandra, Ishak Daud selaku panglima GAM melakukan konfrensi pers dengan RCTI guna memberitahukan keadaan mereka. Pada saat itu juga mereka diizinkan untuk menelpon anggota keluarganya. Hingga Desember 2003 mereka tak kunjung dibebaskan. Ishak akan membebaskan mereka asal TNI mau menyetujui gencatan senjata yang dilakukan selama dua hari di lokasi pembebasan tawanan. Namun pihak TNI tak menyetujui hal tersebut, mereka meminta tawanan diletakkan disuatu tempat lalu dijemput. Sementara pihak GAM bersikeras untuk melakukan penyerahan langsung.
Pada 17 Desember 2003 pihak GAM membebaskan Rahmatsyah, dengan bebasnya Rahmatsyah ini memberi harapan pada anggota keluarga dan RCTI terhadap Ersa dan Fery. 27 Desember 2003 Ishak mengatakan akan menyerahkan tawanan melalui TNI. Namun hingga Senin, 29 Desember 2003 belum juga ada kesepakatan antara pihak GAM dan TNI. Hingga siang harinya terjadi gencatan senjata antara pihak GAM dan TNI di Desa Kuala Manihan. Pada saat gencatan senjata terjadi Ersa juga berada dilokasi bersama sejumlah anggota GAM. Kondisi gencatan senjata yang berada dalam jarak pandang yang terhalang alang-alang tinggi itu menewaskan Ersa Siregar yang berada dalam pihak GAM.
Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat membenarkan Ersa meninggal karena peluru tentara. “Kan, Ersa ada di pihak GAM,” ungkap Ryamizard, di Jakarta, Selasa, 30 Desember 2003 (dikutip dari Liputan6.com).
Sementara juru kamera RCTI Ferry Santoro baru dibebaskan pada 16 Mei 2004, setelah dilakukan negosiasi dengan kelompok pemberontak itu. [AAM/263]