METANOIAC.id Menjadi mahasiswa rantau bukan hal mudah. Di balik semangat meraih ilmu, tersimpan berbagai tantangan yang harus dihadapi, mulai dari persoalan ekonomi, adaptasi lingkungan baru, hingga tekanan psikologis.
Bagi kebanyakan mahasiswa rantau, biaya hidup menjadi ujian pertama yang mesti dilewati.
Selain biaya kuliah, mereka harus menanggung biaya tempat tinggal, makan, dan kebutuhan harian. Kondisi ini menuntut mereka pandai mengatur keuangan agar bisa bertahan jauh dari keluarga.
“Kalau uang kiriman telat, kadang saya harus pintar-pintar mengatur, bahkan menahan keinginan jajan,” ungkap Fatimah seorang mahasiswa asal luar daerah yang kini menempuh studi di Makassar.
Selain ekonomi, mahasiswa rantau juga menghadapi adaptasi lingkungan. Perbedaan budaya, bahasa, hingga kebiasaan masyarakat kerap menimbulkan culture shock.
Situasi ini kerap membuat mereka merasa asing di lingkungan baru.
Tidak berhenti di situ, tantangan psikologis juga menjadi bagian dari perjalanan mahasiswa rantau. Rasa kesepian, kerinduan terhadap keluarga, hingga tekanan akademik seringkali mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Penelitian menunjukkan mahasiswa rantau lebih rentan stres dan cemas dibanding mahasiswa lokal.
Meski begitu, berbagai strategi ditempuh agar bisa bertahan. Ada yang bergabung dengan komunitas mahasiswa asal daerah, aktif dalam organisasi kampus, hingga mencari pekerjaan paruh waktu untuk menambah penghasilan.
Dukungan keluarga lewat komunikasi intens juga menjadi penguat di tengah kerasnya hidup di tanah perantauan.
“Awalnya memang berat, tapi lama-lama terbiasa. Kuncinya cari teman yang bisa saling mendukung,” ucapnya.
Kisah mahasiswa rantau menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar mengejar gelar, tapi juga melatih kemandirian, kedewasaan, dan kemampuan bertahan di situasi sulit. [ST/427, ANA/430]
