METANOIAC.id Fasilitas kampus adalah cerminan dari komitmen institusi terhadap kenyamanan dan keselamatan sivitas akademika. Namun, toilet yang menjadi salah satu kebutuhan dasar tidak memadai, bahkan mengancam rasa aman pengguna, terutama perempuan, sudah saatnya kampus melakukan evaluasi serius. Toilet seharusnya menjadi fasilitas dasar yang mendukung kenyamanan dan keamanan seluruh sivitas akademika.
Namun, kondisi toilet di Kampus 2 Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) justru menunjukkan situasi sebaliknya, terutama bagi mahasiswi. Banyak mahasiswi mengeluhkan sulitnya akses ke toilet karena sebagian besar dikunci, tanpa alasan. Ironisnya, toilet yang tersedia justru banyak yang rusak, terutama pada bagian pintu dan kunci yang tidak berfungsi. Kondisi ini sangat memprihatinkan, sebab bagi pengguna perempuan, privasi dan rasa aman di dalam toilet adalah hal yang mutlak.
Berdasarkan observasi dan laporan lapangan, kondisi toilet perempuan di lantai 1, 2, dan 3 gedung kampus teknik kimia tersebut sangat memprihatinkan. Di lantai 1 terdapat 2 toilet yang terletak dibagian depan dan belakang, untuk toilet bagian belakang terkunci dan tidak dapat digunakan. Area ini hanya menyediakan toilet dosen/karyawan dan tempat wudhu.

Di lantai 2, memang terdapat dua toilet yang terbuka, masing-masing terdiri dari 4 bilik di toilet belakang dan 3 bilik di toilet depan. Namun, seluruh bilik tersebut memiliki kerusakan pada kunci pintu, sehingga pengguna—terutama mahasiswi—merasa tidak aman saat menggunakannya.
Sementara itu, di lantai 3 juga tersedia dua toilet dengan jumlah bilik yang sama (4 bilik di toilet belakang dan 3 bilik di toilet depan). Namun, dari total 7 bilik tersebut, hanya dua yang dapat digunakan, yakni satu bilik di bagian belakang dan satu bilik di bagian depan. Bilik lainnya tidak dapat digunakan karena mengalami kerusakan atau dalam kondisi terkunci.
Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswi, diketahui bahwa mayoritas lebih memilih menggunakan toilet dosen/karyawan, meski itu bukan fasilitas yang ditujukan untuk mereka. Alasannya jelas karena kurangnya bilik toilet yang terbuka, lebih bersih, lebih nyaman, dan yang paling penting lebih aman. Hal ini menjadi ironi tersendiri ketika mahasiswi tidak merasa aman menggunakan fasilitas yang memang seharusnya mereka akses.
Ironisnya, meski toilet di kampus ini secara struktural sudah dibedakan antara laki-laki dan perempuan, fakta di lapangan menunjukkan masih adanya pelanggaran serius. Pernah terjadi seorang mahasiswi mendapati mahasiswa laki-laki menggunakan toilet perempuan. Ini bukan sekadar pelanggaran aturan, tetapi sudah masuk dalam wilayah potensi pelecehan, karena ruang aman perempuan dilanggar secara langsung.
Salah satu mahasiswi menggambarkan dengan jelas betapa tidak amannya kondisi ini, “Mauka buang air kecil, terus itu toilet pembatasnya tidak sampai bawah, jadi kalau basah lantai terbayang ki orang yang disebelah, apalagi kan itu toilet duduknya tidak bersih jadi kita lebih memilih jongkok dan toilet laki-laki terkunci jadi satu toilet ini laki-laki dan perempuan, dan yang berfungsi cuman 2 bilik. Jadi, otomatis sebelahan dong kita.” Ungkap KA.
Situasi seperti ini adalah pintu masuk terhadap kekerasan berbasis gender, khususnya pelecehan yang berawal dari pelanggaran ruang pribadi. Jika tidak ditangani serius, bukan tidak mungkin muncul kasus yang lebih berat dan traumatis. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengawasan fasilitas toilet bukan hal sepele, tapi bagian penting dari perlindungan terhadap perempuan di lingkungan kampus. Fakta ini sudah jelas adalah pelanggaran serius terhadap privasi dan ruang aman. Ini menunjukkan tidak hanya lemahnya pengawasan, tetapi juga kurangnya kesadaran dari sebagian mahasiswa terhadap pentingnya menghormati ruang yang bukan untuknya. Kondisi seperti ini tidak seharusnya dibiarkan. Fasilitas dasar seperti toilet adalah hak setiap mahasiswa. Redaksi mendesak pihak kampus, khususnya pengelola sarana dan prasarana Jurusan Teknik Kimia PNUP, untuk segera:
- Membuka dan menjelaskan alasan akses toilet yang terkunci tanpa alasan jelas.
- Memperbaiki kunci dan kerusakan fasilitas toilet yang tersedia.
- Menambah pengawasan agar tidak terjadi penyalahgunaan ruang toilet.
- Menyediakan toilet yang layak, aman, dan ramah bagi pengguna perempuan.
“Toilet di kampus itu perlu perbaikan baik yang berada di gedung sekolah, maupun di gedung jurusan baik kampus 1 atau 2. Apalagi terkait air yang kadang tidak mengalir, atap yang bocor atau ada celah-celah, ember yang kotor, apalagi toilet jurusan di kampus 2 sangat-sangat perlu diperhatikan. Perlu diingat juga, jika kampus sudah memberikan fasilitas toilet yang bagus maka kita sebagai mahasiswa juga perlu bertanggung jawab untuk jaga kebersihannya”. Ungkap Sabrina Carpenter( nama samaran) salah satu mahasiswi jurusan teknik kimia.
Jika mahasiswi saja tidak merasa aman untuk sekadar buang air di kampus sendiri, ini adalah sinyal bahwa sesuatu harus segera diperbaiki. Kampus harus hadir bukan hanya sebagai ruang belajar, tetapi juga ruang yang benar-benar aman dan manusiawi bagi semua. [NDA/445,TRF/446]