METANOIAC.id Kebijakan efisiensi yang diterapkan di Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) baru-baru ini menimbulkan berbagai tanggapan dari mahasiswa dan staf akademik. Salah satu kebijakan yang paling disorot adalah pembatasan penggunaan listrik, termasuk pengaturan suhu minimal Air Conditioner (AC) diatas 25 derajat Celcius. Kebijakan ini dinilai kurang mempertimbangkan aspek perkuliahan yang sangat bergantung pada listrik sebagai kebutuhan utama.
Dari hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa, mereka mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi ini seolah-olah diterapkan tanpa kajian mendalam. Menurutnya, efisiensi seharusnya lebih berfokus pada pengurangan anggaran belanja, pendanaan birokrasi, serta perjalanan dinas, bukan pada fasilitas yang berperan langsung dalam proses pembelajaran. Mereka juga mempertanyakan alasan di balik pembatasan penggunaan fasilitas kampus, seperti auditorium, yang awalnya dibatasi karena jumlah peserta, tetapi kini beralasan demi efisiensi.
Selain itu, mahasiswa juga menyayangkan adanya surat edaran yang melarang kegiatan mahasiswa pada hari Minggu. Menurutnya, kebijakan ini membatasi ruang berekspresi serta pengembangan minat dan bakat mahasiswa. Ia juga menyoroti kurangnya transparansi dalam penerapan efisiensi ini, terutama terkait penggunaan anggaran perjalanan dinas yang menurutnya harus menjadi fokus utama penghematan.
Sementara itu, dari sisi dosen dan staf akademik, kebijakan efisiensi ini juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Salah seorang dosen menilai bahwa listrik merupakan kebutuhan utama dalam proses perkuliahan. Menurutnya, efisiensi sebaiknya tidak difokuskan pada pembatasan listrik, tetapi dapat dialihkan ke aspek lain, seperti perjalanan dinas atau hal lain yang masih memungkinkan untuk dicarikan alternatif. Ia menegaskan bahwa proses belajar mengajar membutuhkan fasilitas yang memadai, termasuk komputer dan proyektor yang tentunya memerlukan daya listrik.
Pendapat lain juga menyatakan bahwa jika pembatasan penggunaan proyektor dilakukan dengan beralih ke media virtual seperti Google Meet, maka penerapan metode seperti pada masa pandemi COVID-19 dapat menjadi pilihan yang lebih efisien. Ia juga berpendapat tentang kebijakan pembatasan penggunaan auditorium. Menurutnya, alasan yang diberikan terkait pembatasan ini cukup masuk akal karena auditorium memang mengkonsumsi listrik dalam jumlah besar, terutama untuk penggunaan AC, yang tidak dapat dihindari dalam acara berskala besar.
Lebih lanjut, beberapa staf akademik juga terkejut dengan kebijakan larangan kegiatan mahasiswa di hari Minggu. Mereka mengakui bahwa mahasiswa memang kerap melakukan kegiatan ekstrakurikuler di akhir pekan, sehingga pembatasan ini dapat mengurangi aktivitas positif di lingkungan kampus.
Kebijakan efisiensi ini masih menjadi perdebatan di kalangan mahasiswa dan staf akademik. Banyak pihak berharap agar pihak kampus lebih transparan dan mempertimbangkan kembali kebijakan yang diterapkan, terutama terkait pembatasan fasilitas yang berdampak langsung pada kegiatan akademik dan pengembangan mahasiswa.
“Kalau saya sih tidak terlalu berpengaruh, tapi yang tidak baik itu kalau lagi belajar panas otak baru AC tidak menyala semua, kita jadi susah untuk fokus belajar, terus isu tentang pembatasan berkegiatan di hari Minggu, kalau ada event tertentu sudah tidak dikasih izin untuk berkegiatan di hari Minggu jadi agak menghambat kegiatan ekskul. Kemudian jam penggunaan lab juga, di jurusan saya hanya sampai jam 4, padahal kalau ada praktikum di lab biasanya tidak menentu jam selesainya, jadi tidak maksimal praktikumnya pas lab” ucap Aul seorang mahasiswi dari jurusan kimia yang merasa sedikit kecewa dengan kebijakan ini.
Menanggapi kebijakan efisiensi yang diterapkan, baik mahasiswa maupun staf akademik berharap agar kebijakan ini dapat dikaji kembali dengan mempertimbangkan keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kebutuhan akademik. Mereka menilai bahwa penghematan seharusnya tidak sampai mengorbankan kenyamanan dalam proses belajar mengajar maupun aktivitas pengembangan diri mahasiswa. Oleh karena itu, komunikasi yang lebih terbuka antara pihak kampus dan civitas akademika menjadi hal yang penting agar setiap keputusan yang diambil tetap mendukung lingkungan akademik yang kondusif. [ADR/424, ST/427]