METANOIAC.id – Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) baru saja menggelar sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di Perguruan Tinggi pada Sabtu, 21 Februari 2025. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting ini merupakan tindak lanjut dari Permenristekdikti No. 55 Tahun 2024 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan kampus.
Sosialisasi ini dibuka oleh Wakil Direktur II PNUP, Iin Karmila Yusri, yang menegaskan bahwa kampus harus menjadi ruang yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan, baik verbal maupun psikologis.
“Perguruan tinggi harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh civitas akademika untuk belajar, berkarya, dan berkembang secara optimal. Sosialisasi ini merupakan wujud komitmen PNUP untuk menciptakan lingkungan akademik yang bebas dari kekerasan dan diskriminasi,” ujarnya dalam pembukaan acara.

Ketua Satgas PPK PNUP, Andi Musdariah menjelaskan bahwa kebijakan PPK mengalami perubahan dari Permen No. 31 Tahun 2021 ke Permen No. 55 Tahun 2024. Perubahan ini memperluas cakupan kekerasan yang ditangani, dari yang awalnya hanya kekerasan seksual, kini mencakup segala bentuk tindak kekerasan di perguruan tinggi.
“Dalam sosialisasi ini, kami lebih banyak menyoroti tindakan kekerasan seksual terhadap mahasiswa maupun tenaga kependidikan. Sebab, kekerasan seksual sering terjadi akibat ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa relasi kuasa terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan posisi, seperti antara dosen dan mahasiswa, pimpinan dan staf, atau bahkan senior dan junior dalam organisasi kemahasiswaan. Ketimpangan ini dapat berujung pada kekerasan, baik fisik maupun psikologis, yang berdampak pada hilangnya kesempatan akademik bagi korban.
“Siapa saja yang berada di dalam lingkungan PNUP menjadi tanggung jawab kampus untuk melindungi. Oleh karena itu, semua yang beraktivitas di dalamnya wajib memahami kebijakan ini agar tercipta lingkungan yang lebih aman,” tambahnya.
“PNUP wajib memberikan perlindungan kepada korban, memastikan pemulihan fisik dan psikis, serta memberikan sanksi tegas kepada pelaku sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Andi Musdariah.
Sanksi bagi pelaku disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Hukuman ringan berupa teguran lisan atau tertulis, sementara pelanggaran lebih serius dapat berujung pada skorsing hingga tiga semester. Jika tergolong berat, pelaku bisa diberhentikan sebagai dosen atau tenaga kependidikan.
“Bagi pelaku yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS), usulan pemberhentiannya akan diajukan oleh Pimpinan Politeknik ke Kementerian terkait,” jelasnya.
“Kami memastikan bahwa laporan yang masuk akan segera ditindaklanjuti, demi menciptakan lingkungan akademik yang lebih aman,” ujar Andi Musdariah.

PNUP berharap langkah ini dapat memperkuat upaya pencegahan, sehingga jika terjadi kekerasan, penanganannya dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efektif.
“Kami lebih menekankan upaya pencegahan agar kasus kekerasan tidak terjadi, sehingga penanganan bisa seminimal mungkin,” harap Andi Musdariah
Sebagai bentuk pencegahan dan penanganan, PNUP membuka rekrutmen mahasiswa semester 2 atau 4 sebagai volunteer Satgas PPK dengan masa tugas selama dua tahun. [MAP/417]