Minggu, Mei 11, 2025

PERPPU Kadaluarsa, Aliansi PRI Sulsel Gelar Aksi Cabut UU Cipta Kerja

| METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |

METANOIAC.id Sebagai respon dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Protes Rakyat Indonesia (PRI) Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan aksi dengan menyatakan penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja mulai dari perancangan hingga dikeluarkannya. Massa aksi melangsungkan aksinya di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada, Selasa (28/2). 

Ijul selaku Jendral Lapangan (Jendlap) Aliansi PRI Sulsel mengungkapkan bahwa saat Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, pemerintah Jokowi justru mengkhianati keputusan tersebut dengan menerbitkan PERPPU No. 2 Tahun 2022. Alasan kekosongan hukum pun merupakan alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi negara ketika pemerintah terus mengklaim bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih menjadi acuan hukum yang berlaku.

“PERPPU ini jelas tidak memenuhi syarat legal formal sebagai aturan hukum setara Undang-Undang yang bisa diterbitkan pemerintah hanya dalam keadaan yang mengharuskan atau dalam istilah kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum karena tidak adanya aturan, dan proses pembuatannya tidak bisa dengan proses pembentukan Undang-Undang seperti biasa,” ungkapnya.

Penerbitan PERPPU No. 2 tahun 2022 ini semakin melengkapi praktik terbelakang dan melanggar hukum Pemerintah Jokowi dalam membuat aturan seperti Undang-Undang Minerba, Undang-Undang IKN, Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang KUHP, dan kebijakan-kebijakan lainnya. 

“Penerbitan PERPPU tersebut juga dilakukan di ujung tahun ketika seluruh rakyat tengah menjalani aktivitas kebudayaan bersama keluarga, juga menunjukkan bahwa Pemerintah Jokowi adalah pemerintahan pengecut, tercela, culas dan licik,” lanjut Ijul. 

Ijul juga menambahkan bahwa berbagai kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah telah merampas hak hidup rakyat secara universal melalui perampasan tanah untuk pelbagai kepentingan bisnis dan monopoli serta infrastruktur, perampasan upah kerja melalui pemutusan kerja sepihak, penarikan subsidi yang berimbas pada kenaikan harga-harga serta kenaikan pelbagai jenis pajak adalah penindasan sistematis yang terus berjalan. 

Baca Juga:  Alami Gangguan, Website Resmi PNUP akan Dibenahi

“Ini jelas dari pernyataan pemerintah saat konferensi pers bahwa penerbitan PERPPU ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat dan bangsa. (Dengan begitu) pemerintah Jokowi kembali menunjukkan watak aslinya sebagai pemerintah yang kepala batu, anti-kritik, anti-demokrasi dan anti-kepentingan rakyat dan bangsa,” tambahnya. 

Pemerintah Jokowi juga semakin menunjukkan citranya sebagai pelaksana praktik paling buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengangkangi semua aturan perundangan yang digagas dan dibuat untuk menyatukan dan memajukan seluruh bangsa melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) No. 2 Tentang Cipta Kerja. 

“Sebuah aturan pemaksa agar UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilawan (oleh) jutaan rakyat dan dinyatakan batal demi (secara) hukum oleh Mahkamah Konstitusi RI, tetap implemen tanpa syarat,” pungkasnya.

Maulana selaku massa aksi mengungkapkan bahwa berdasarkan Pasal 22 UUD 1945 ayat 1, 2, dan 3 mengatakan bahwa sebuah PERPPU bisa sah menjadi undang-undang jika disetujui DPR pada masa sidang berikutnya setelah rancangan diserahkan pada wakil rakyat.

Karena pemerintah telah menyerahkan PERPPU No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022, dan jadwal sidang berikutnya tertanggal 10 Januari hingga 16 Februari 2023, dan hingga kini belum dibahas dan disetujui DPR, artinya PERPPU tersebut telah kadaluarsa. Disamping itu, sedari awal pembahasan dan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja juga telah menuai banyak kritik dan penolakan dari masyarakat luas.

“Kekacauan dalam kehidupan berbangsa di berbagai bidang ini tidak lain dan tidak bukan adalah karena produk-produk peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa dan kekuatan politik partisan telah melanggar Pancasila dan UUD 1945 (konstitusi),” tutupnya. [CAN/377]

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU