Minggu, Mei 11, 2025

Scientist Protest 2022: Umur Bumi Tinggal 3 Tahun Lagi

| METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |

An image taken during an Extinction Rebellion protest in London
Massa. 1000 ilmuwan dari 25 negara ikut dalam aksi Scientist Protest 2022, Rabu (13/4). [Sumber: chemistryworld.com] 

METANOIAC.id Scientist Protest 2022 merupakan sebuah gerakan protes yang diikuti kurang lebih 1000 ilmuwan. Di mana dalam gerakan ini para ilmuwan menyatakan bahwa bumi planet yang kita tempati saat ini tidak layak untuk dihuni lagi.

Tuntutan yang dilayangkan adalah agar negara di dunia serius dalam menanggapi masalah iklim yang sangat genting.

Dikutip dari kanal Youtube Sepulang Sekolah dengan rilis terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa manusia hanya memiliki waktu tiga tahun atau sampai tahun 2025 untuk memperbaiki masalah kasus angka gas rumah kaca untuk diubah menjadi angka wajar.

Artinya, seluruh umat manusia hanya mempunyai waktu tiga tahun lagi untuk menyelamatkan bumi ini dari bencana yang besar.

Peter Kalmus merupakan seorang ilmuwan iklim dari NASA yang viral di media sosial dikarenakan ia dan beberapa ilmuwan lainnya merantai tangannya di pintu depan gedung JP Morgans Chase BANK. Hal ini merupakan salah satu bentuk protes menentang kebijakan bank untuk mendanai perusahaan yang akan  menggunakan bahan bakar fosil.

“Kita akan kehilangan semuanya dan kami tidak bercanda, kami tidak berbohong, kami tidak melebih-lebihkan, ini sangat buruk, semuanya,” ungkap Peter Kalmus di depan gedung JP Morgans Chase.

Potret. Peter kalmus dan salah satu ilmuwan merantai tangannya di pintu depan Gedung JP Morgans Chase BANK di California [Sumber: fastcompany.com]

Alih-alih didengar oleh pihak terkait, para ilmuwan tersebut malah didatangi oleh sekelompok polisi anti huru-hara dan akhirnya para demonstran tersebut diamankan oleh pihak kepolisian.

Sama seperti di California, Negara Inggris juga melakukan aksi, di antaranya para demonstran beraksi dengan mengelem diri mereka di jendela, tembok, lantai, hingga ke meja gedung pusat Shell. Selain itu, mereka juga melakukan aksi dengan mengecat truk yang membawa muatan bahan bakar fosil. 

Baca Juga:  Poster "Kemahasiksaan" Viral, Ini Tanggapan Lembaga Internal PNUP

Hal serupa yang dirasakan California juga  demonstran Inggris rasakan, mereka malah diamankan pihak kepolisian dan aksi dibubarkan secara paksa.

Police officers remove a climate activist of the Scientist Rebellion group from a protest in front of the Congress of Deputies in Madrid, Spain, on April 6, 2022.
Pemberontakan. Petugas polisi mengeluarkan seorang aktivis iklim dari kelompok pemberontakan Ilmuwan di depan Kongres Deputi di Madrid, Spanyol pada Sabtu (16/4). [Sumber: truthout.org]

Bagi para demonstran kebijakan yang dikeluarkan dari setiap negara masih kurang ideal untuk menekan isu iklim ini, seperti salah satu demonstran mengatakan bahwa isu ini bukan hanya masalah lingkungan tetapi akan menjadi masalah sosial.

Sebab menurut The Conversation efek rumah kaca ini banyak muncul dari negara-negara di Benua Eropa, Amerika bagian Utara dan Asia khususnya China dan yang sangat rentan terkena dampaknya adalah negara dengan iklim tropis.

Diketahui Indonesia sangat terdampak efek gas rumah kaca yang dihasilkan dari negara-negara lain. Bisa dirasakan sekarang bahwa cuaca yang tidak menentu seperti hujan tiba-tiba deras tetapi masih ada beberapa daerah yang terkena kemarau yang berkepanjangan. 

Sebuah studi terbaru dilakukan University of East Anglia Inggris, memperkirakan bumi masih mampu menopang kehidupan setidaknya selama 1,75 miliar tahun mendatang dengan syarat tidak terjadi bencana dahsyat akibat nuklir, tubrukan asteroid raksasa, dan malapetaka lain tak terjadi.

Banyak pula yang beranggapan bahwa umur bumi benar-benar sisa tiga tahun lagi. Artinya, jika tiga tahun ke depan penduduk bumi gagal menekan angka peningkatan gas rumah kaca maka bumi akan perlahan tidak layak huni, tetapi bukan berarti bumi yang kita tinggali sekarang ini jadi hancur atau ‘kiamat’. 

Meski bukan menjadi akhir tidak berarti penduduk bumi santai dalam menyikapi masalah lingkungan ini melainkan harus tetap peduli dengan isu lingkungan agar bumi tetap jadi tempat yang nyaman untuk dihuni. [KWH/346]

Baca Juga:  The Immortal Engine: Memperkuat Solidaritas melalui Inaugurasi

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU