Peluncuran. Prosesi peluncuran SILPPD dan Kovi Otda pada acara peringatan hari Otda ke XXVI oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Senin (25/4). [Sumber : Kanal YouTube Kemendagri RI]
METANOIAC.id Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperingati Hari Otonomi Daerah (Otda) ke XXVI pada tanggal 25 April 2022.
Acara puncak peringatan Hari Otda tersebut dirangkaikan dengan peluncuran dua program layanan Otda berbasis aplikasi.
Salah satu aplikasi yang diluncurkan adalah layanan Konsultasi Virtual Otonomi Daerah (Kovi Otda). Layanan ini memanfaatkan teknologi virtual 3D (avatar) yang belakangan dikenal dengan Metaverse.
Fungsi dari layanan ini adalah untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melakukan konsultasi ke pemerintah pusat tanpa bertemu secara langsung.
“Kita launching sebuah inovasi untuk melayani Pemda seputar konsultasi Otda berbasis virtual dengan teknologi Metaverse atau 3D animasi,” kata Dirjen Otda, Kemendagri Akmal Malik yang dilansir dari CNN Indonesia.
Simulasi. Simulasi Kovi Otda yang diperagakan pada acara peringatan Otda ke XXVI. [sumber : Kanal YouTube Kemendagri RI]
Dijelaskan pula dalam acara tersebut dengan menggunakan ruang spasial Metaverse, ASN dapat berdiskusi dan berinteraksi seolah-olah berada pada ruang 3D yang sama dengan menggunakan avatar pribadi masing-masing.
Kemendagri berargumen bahwa Kovi Otda akan mempersempit ruang transaksional yang mungkin terjadi jika ada pertemuan langsung secara fisik sehingga layanan ini dianggap dapat mencegah korupsi di lingkungan Kemendagri. Selain itu, Kovi Otda juga dianggap akan menciptakan efisiensi anggaran dalam konsultasi pelayanan Pemda.
Sekilas terdengar inovasi yang dilakukan Kemendagri cukup modern, namun di sisi lain justru menjadi perdebatan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat melayangkan pendapat yang bertolak belakang dengan inovasi ini.
Program ini dianggap hanya akan membuang-buang anggaran negara, sebab tidak begitu penting. Jika dilihat dari tujuan Kovi Otda yang telah dijelaskan di atas, semuanya dapat dicapai walaupun tanpa menggunakan Metaverse ini. Contohnya dengan menggunakan Zoom Virtual Meeting, Google Meet, ataupun layanan Virtual Conference yang telah ada.
Menurut Pakar Keamanan Siber Teguh Aprianto yang dilansir dari Vice, Kovi Otda tak lebih dari upaya memanfaatkan teknologi sebagai celah pengadaan barang. “Polanya memang selalu begitu. Ketika ada teknologi baru, itu hanya akan berakhir jadi proyek pengadaan di Indonesia, sekalipun pada dasarnya teknologi itu tak berguna untuk orang banyak,” kata Teguh dilansir dari Vice.
Jika dicermati lebih dalam, program ini akan membutuhkan pengadaan kacamata Virtual Reality (VR) Oculus pada tiap Otda di Indonesia yang berjumlah 529. Anggaran untuk pengadaan satu Kacamata VR Oculus tersebut adalah sekitar 8 juta rupiah. Sehingga anggaran yang diperlukan hanya untuk pengadaan Kacamata VR tersebut adalah 4,2 miliar rupiah.
Belum lagi kesiapan tiap ASN yang akan menggunakannya, tentu harus dilakukan pelatihan. Jika dibandingkan dengan penggunaan virtual meeting yang telah ada, maka terlihat bahwa Kovi Otda akan lebih merepotkan. Sedangkan perbedaannya hanya pada bentuknya yang 3D. [RCH/315]