Surat Edaran. Screenshot Surat Edaran Menag tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala [IST].
METANOIAC.id Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) pada Jumat, 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama No 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Adapun SE ini ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.
Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
Adapun beberapa hal penting yang diatur didalamnya yaitu:
- Untuk pemasangan pengeras suara ke luar dan ke dalam Masjid/Musala agar dipisahkan,
- Volume dari pengeras suara maksimal 100 desibel (dB),
- Tata cara penggunaan pengeras suara per waktu shalat,
- Pengumandangan azan gunakan pengeras suara luar,
- Memperhatikan kualitas dan kelayakan suara yang dihasilkan melalui pengeras suara.
Pedoman selengkapnya dapat diunduh melalui link berikut ini: Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala
Dilansir dari kemenag.go.id Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama, menegaskan bahwa tujuan diterbitkannya surat edaran sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan keharmonisan antar masyarakat.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” tegas Yaqut dikutip berdasarkan keterangan tertulisnya, Senin (21/2/2022).
Sementara itu dilansir pada news.detik.com Yaqut membeberkan tidak ada pelarangan adzan. “Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang Masjid-Musala menggunakan Toa, tidak. Silahkan. Karena itu syiar agama Islam,” jelasnya, Rabu (23/2/2022).
Lebih lanjut, Yaqut menganalogikan suara-suara lain yang kiranya dapat mengganggu misalnya suara gonggongan anjing yang apabila menggonggong dalam waktu bersamaan dapat mengganggu.
“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, pelihara anjing. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apapun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di Musala-Masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang terganggu,” jelasnya.
Buntut dari pernyataan terkait ‘gonggongan anjing’ tersebut, ramai menjadi perbincangan di berbagai kalangan.
Yaqut didesak agar segera meminta maaf terkait dengan pernyataan yang dilontarkannya tersebut.
Pada Kamis, (24/2/2022) Pengamat teknologi informatika, Roy Suryo dan Kongres Pemuda Indonesia mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan Yaqut dengan tuduhan pasal penistaan agama.
Tindakannya tersebut mendapat banjir dukungan oleh berbagai pihak.
Setelah membuat laporan, Roy mengatakan bahwa polisi menolak laporannya itu sebab hal tersebut tidak dalam wilayah hukum Polda Metro Jaya dan ia disarankan untuk melapor ke Polda Riau.
“Setelah berkonsultasi cukup lama, dengan alasan locus delicti (TKP) bukan di wilayah Polda Metro Jaya, saya disarankan untuk melapor di locus-nya, yaitu di Pekanbaru,” ungkapnya.
Akibat ditolaknya laporan Roy, dilansir dari nasional.sindonews.com, Gerakan Pemuda (GP) Ansor, organisasi anak-anak muda Nahdlatul Ulama (NU) bakal melaporkan balik Roy Suryo ke polisi terkait laporannya tersebut.
Dendy Zuhairil Finsa selaku Kepala Divisi Advokasi Litigasi dan Non Litigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pimpinan Pusat GP Ansor, kini ia sedang menyatukan bukti-bukti berupa pemotongan video yang dinilainya menimbulkan kebencian kepada pihak lain.
“Bukti itu akan kami tindak lanjuti dengan laporan polisi berdasarkan Pasal 28 ayat 2 UU ITE,” ungkapnya, Kamis (24/2/2022).
Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag) Nuruzzaman yang dilansir dari news.detik.com, memberikan tanggapan terkait pernyataan Menag yang tengah menjadi kontroversi dan menuai berbagai kecaman tersebut Kamis (24/2/2022).
Ia menjelaskan bahwa Yaqut tidak membandingkan antara gonggongan anjing dengan suara azan. Hal tersebut merupakan permisalan, bukan untuk membandingkan.
“Yang dimaksud Gus Yaqut adalah, misalkan umat Islam tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing. Pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya.
Ia menjelaskan lebih lanjut mengenai maksud dari apa yang disampaikan Yaqut. “Jadi Menteri Agama sedang mencontohkan suara yang terlalu keras, apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar,” tambahnya.
Di samping berbagai kontroversi yang ada, Ketua Majelis Ulama (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh mengapresiasi terkait SE yang diterbitkan oleh Kemenag.
“Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaraan aktivitas ibadah,” ungkap KH Asrorun Niam melalui keterangan tertulisnya di kemenag.go.id, Senin (21/2/2022). [ICU/368]