METANOIAC.id Halo kaum plastik yang biografi Twitternya masih menyebar link Secreto.
“Ohhh come on it’s only Twitter, why so serious?”
“Lokal emang aneh,”
“Opening norak? Gapapa, norak itu relatif, selera orang kan beda-beda,”
“Jual sensasi? Gapapa, selama ada yang mengonsumsi, artinya memang itu hukum supply & demand, alamiah”
Tidak terasa sebentar lagi Twitter Rewind Indonesia 2021, tetapi lagi-lagi Kpopers selalu saja “Polos” bersembunyi di balik akun mereka setiap harinya. Menyikapi hal-hal viral yang sebenarnya bisa dicuekin. Tetapi giliran dibandingkan balik, suka mengaku introver ketika melakukan blunder.
Santai, kali ini saya jamin tidak akan bahas tentang ketidaksukaan saya terhadap akun avatar Korea, soalnya saya takut nanti disangka ada udang di balik rempeyek.
Saya pure akan membahas sudut pandang orang yang tidak paham Korea seperti saya. Mengenai hal-hal baik dan jasa-jasa yang sudah ditorehkan oleh para kaum plastik, khususnya di Twitter.
Dari rentetan kasus maupun hal-hal viral yang terjadi di tahun ini, itu tidak lepas dari peranan dan mungkin juga tupoksi dari para akun avatar Korea dalam memberikan opini mereka yang kritis dan cemerlang. Mau kasus apa?
Kasus kelima di atas menurut saya ada benarnya juga. Soalnya hanya di era Jokowi undian fase knock out UCL diulang dan David De Gea dinobatkan sebagai kiper yang tidak pernah lelah berjuang melawan timnya sendiri.
Masih banyak lagi, semuanya habis ditanggapi oleh mereka. Bahkan yang paling terbaru adalah kasus pemerkosaan Novia oleh “Oknum”. Mereka mengutuk perbuatan dari oknum tersebut dan ramai-ramai melambungkan tagar #SAVENOVIAWIDYASARI.
Menurut saya, dari sekian banyak kasus yang ada, hari selasa tanggal 6 Oktober 2020 adalah hari di mana saya takjub terhadap semua akun avatar Korea.
Pada hari itu, saya turun ke jalan untuk seruan aksi mahasiswa dari kampus saya dan pada momen yang sama, DPR-RI resmi Mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta kerja menjadi UU Omnibus Law Cipta kerja.
Pengesahan ini lebih cepat tiga hari dari jadwal yang ditentukan. Mereka berdalih mempercepat pengesahan ini dikarenakan adanya anggota Dewan yang terpapar virus COVID-19.
Betul atau tidaknya itu menimbulkan kemarahan bagi warga negara Indonesia, terkhusus kepada para pengguna Twitter yang beravatar Korea. Mereka marah dan tidak setuju dikarenakan keputusan DPR-RI ini terlalu terburu-buru dan sangat kontroversi dikarenakan kebanyakan poin-poin di UU ini merugikan para buruh.
Disahkannya UU Omnibus Law ini, para pengguna Twitter beravatar Korea tidak tinggal diam, mereka dengan semangat menggaungkan hastag hingga bisa menjadi trending topik di Indonesia dengan mencapai 1 juta lebih cuitan, bahkan banyak juga dari mereka yang mengganti avatar mereka menggunakan foto hashtag “#MOSITIDAKPERCAYA”.
Manfaat mereka menaikkan hastag tersebut adalah ikut membantu orang-orang terutama kepada buruh supaya masyarakat Indonesia tahu betapa buruknya langkah yang diambil DPR-RI Ini.
Persoalan membuat suatu topik menjadi trending, orang Indonesia pecinta budaya Korea ini tidak ada duanya. Mereka bisa sangat telaten menaikkan satu topik hingga mencapai 1 juta tweet dalam waktu semalam saja.
Hastag-hastag yang menjadi fokus utama mereka yaitu ada 3 hastag penting, diantaranya:
1 . #JegalsampaiGagal
Hastag ini tembus satu juta lebih pada hari Selasa malam.
2. #MahasiswaBergerak
Hastag ini tembus tiga ratus ribu lebih cuitan pada hari Kamis siang.
3. #TolakOmnibusLaw
Hastag ini merupakan hastag paling laris digunakan.
Total pengguna hastag tersebut dari hari Selasa-Rabu saya rasa mencapai 1,3 juta lebih cuitan. Di sini saya yakin 80% yang menaikkan trending topik tersebut adalah mereka orang-orang hebat yang beravatar Korea. Mereka tidak hanya asal copy paste hashtag tersebut mereka juga menuliskan opini mereka yang kritis dan ada juga yang sarkas dengan meme yang menggunakan foto idol mereka.
Ketika saya melihat di timeline Twitter saya, mereka sangat jago dan sangat kritis dalam menyampaikan opini ketidaksetujuan mereka.
Saya tidak terkejut karena di Twitter sudah menjadi rahasia umum bahwa di balik avatar Korea itu ada orang-orang hebat yang berkuliah di UI, bekerja sebagai dokter, dan ada juga yang membuat saya tercengang ketika saya mengecek profilnya, tidak sengaja menemukan foto asli pemilik akun avatar Korea dan aslinya cantik. Namun, sayangnya saya lupa username-nya.
Momen inilah, jujur perasaan saya bercampur aduk dan tidak bisa berkata-kata lagi. Saya bisa merasakan kehadiran mereka ikut turun ke jalan melakukan orasi walaupun dibatasi oleh cuitan dan hashtag.
Lantas apa hubungan avatar Korea dengan semangat nasionalisme?
Ini memiliki banyak hubungan yaitu dari membuat hastag menjadi trending, mereka sudah mewujudkan nilai kebersamaan dan persatuan yang terdapat dari sila ketiga.
Mereka adalah pemuda-pemudi yang setia karena di dalam aksi mereka itu juga membawa nilai-nilai sumpah pemuda yang di mana mereka membawa semua nilai tersebut yaitu dari nilai persatuan, nilai cinta bangsa dan tanah air serta nilai akan siap rela berkorban.
Nilai rela berkorban didapatkan karena dari mengorbankan waktu untuk hastag tersebut menjadi trending.
Teman-teman kita ini membuka donasi dana yang disalurkan untuk membeli air minum dan membeli nasi untuk makan siang untuk para demonstran.
Semangat nasionalisme adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama. Singkatnya nasionalisme itu adalah semangat kebersamaan mewujudkan kepentingan nasional. Jadi semangat nasionalisme itu sudah ada dalam diri kita masing-masing walaupun kamu suka budaya Korea dan budaya barat, kamu masih dianggap orang Indonesia.
Jadi, kamu tidak melulu terpaksa mencintai budaya lokal supaya dianggap nasionalis. Cukup kamu menjadi orang yang mengikuti selera kamu sendiri dan mampu mempertahankan keinginanmu sendiri dari cercaan orang lain, kamu sudah pas dianggap nasionalis.
Sebagai penutup. “And If you’re offended by something I tweet, just remember that I’m not Tweeting You, as such, I’m just Tweeting, and you’re then choosing to read it. Hope this helps you not take things too personally“. [CDR/372]