METANOIAC.id Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pro Demokrasi (APi) Kampus melakukan aksi di depan Gedung Rektorat Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Kamis (4/11).
Mereka meminta pihak kampus UMI bertanggungjawab atas persoalan yang menimpa dua orang jurnalis mahasiswa yang diketahui berasal dari Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM-UMI).
Kedua jurnalis mahasiswa itu mendapatkan surat pemanggilan klarifikasi dari kantor polisi berdasarkan surat laporan Nomor B/3400/X/Res.1.6/2021/Reskrim tertanggal 30 Oktober 2021 yang ditujukan kepada Sahrul Pahmi dan Nomor B/3401/X/Res.1.6/2021/Reskrim ditujukan kepada Ari Anugrah.
Pukul 13.30 WITA, dari depan kampus UMI massa aksi bergerak menuju gedung Rektorat UMI. Ketika sampai di depan gerbang Gedung Rektorat UMI massa aksi sempat mendapatkan penolakan oleh pihak keamanan dan seluruh akses keluar-masuk ditutup, juga meminta massa aksi untuk menunggu dipinggir jalan.
Sembari berorasi di depan gerbang Gedung Rektorat UMI, massa aksi juga membagikan selebaran kronologi hingga tuntutan mengenai pemanggilan kedua Persma UMI.
Tidak berlangsung lama, aksi kembali melakukan pergerakan untuk masuk ke dalam. Sempat terjadi aksi dorong mendorong antara massa aksi dengan para pihak keamanan, namun massa aksi akhirnya bisa menembus masuk ke pelataran Gedung Rektorat UMI.
Pemanggilan kedua jurnalis persma UMI ini diketahui keluar setelah mencuatnya penolakan penggusuran gedung Unit Kegiatan Mahasiswa di UMI, Sabtu (16/10).
Lantasan menolak penggusuran yang hendak dilakukan oleh pihak otoritas kampus UMI menggunakan ekskavator, mahasiswa pun sempat bersitegang saat itu bahkan diduga terjadi hingga berujung dugaan penganiayaan dan pengrusakan.
Cappa sebagai salah satu pendamping hukum menuturkan bahwa tuduhan dugaan pengrusakan dan penganiayaan tersebut sangat tidak benar. “Tuduhan itu keliru, karena keduanya tidak melakukan dugaan tindak pidana sebagaimana yang disangkakan,” tuturnya.
Saat diwawancara oleh awak media, ia juga menambahkan bahwa saat keduanya diperiksa di Mapolrestabes Makassar pada Rabu (3/11), tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa keduanya melakukan tindakan yang dituduhkan. “Berdasarkan fakta dan keterangan saat di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), keduanya menyatakan tidak melakukan pengrusakan dan penganiayaan,” tambahnya.
Keberadaan mereka di lokasi kejadian hanya karena mereka memang sedang berada di sekretariat. Pagi itu, saat eskavator membongkar, salah satu dari terlapor hanya menyampaiakan kepada pihak kampus, agar menghentikan karena mereka sedang mengirim surat permintaan audiensi. “Jadi tidak benar kalau mereka melakukan penganiayaan dan pengrusakan,” tutupnya.
Pukul 18.30 WITA, pihak birokasi kampus baru keluar untuk menemui massa aksi yang diwakili oleh Wakil Rektor (WR) III UMI, beliau menuturkan bahwa perihal pelaporan terhadap kedua jurnalis Persma UMI di kepolisian sama sekali kampus tidak ada campur tangan di dalamnya. “Kampus sama sekali tidak ada kaitannya dengan hal tersebut, laporan tersebut murni dari korban sendiri,” tuturnya.
WR III yang ditemani oleh beberapa pihak kepolisian seusai menemui para massa aksi, langsung saja meninggalkan tempat tanpa ada penjelasan yang lebih runut mengenai pergerakan dan tuntutan teman-teman Aliansi.
Syamsul selaku Sekretaris Jendral Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Makassar mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh kampus sangat otoriter dan melepaskan tanggungjawabnya yang harusnya hal ini dapat diselesaikan oleh pihak kampus namun malah dibawa ke ranah kepolisian. “Sampai hari ini, kampus tidak menunjukkan itikad baiknya dan hanya tinggal diam sedangkan kasus ini erat kaitannya dengan kampus,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa tujuan kawan-kawan hadir hari ini, sebagai bentuk solidaritas pengawalan dan memberikan semangat serta dukungan terhadap kawan-kawan dan juga merupakan upaya untuk menekan kampus yang telah bertindak otoriter dalam mengambil kebijakan. “Solidaritas ini akan terus berlanjut dalam mengawal kasus ini, serta menagih tanggung jawab kampus dalam menyelesaikan kasus ini,” tambahnya. [CAN/377]