Sumber: Instagram @Zsiraa
METANOIAC.Id Malam ini tepatnya pukul 07.30 WITA. Aku tengah duduk sembari mendengarkan detakan jam di tiap detiknya. Selang beberapa menit, setelah aku sadar ibu memanggil untuk makan malam bersama. Meja makan ini begitu dingin, hening pula menghantam di malam hari itu.
Ibu menatapku dengan rasa cemas. Benar saja, siang tadi ayah pergi untuk mengerjakan tugas sebagai TNI Angkatan Laut. Ia adalah seseorang yang perkasa, tidak penakut, dan juga pintar. Sebagai kapten laut dia ditugaskan untuk mengajar latihan tembak. Awalnya aku berpikir bagaimana bisa kita melakukan latihan tembak dibawah laut? Tapi sudahlah. Ayahku pasti bisa. Aku tau itu.
Selepas makan malam ibuku membereskan meja makan. Kubantu dengan membawa piringku dan piringnya ke bak cuci piring. “Tidak usah cuci piring sayang, nanti ibu saja yang cuci,” teriak ibuku dari ruang makan. “Udah mau selesai kok bu,” jawabku sambil meletakan piring cucianku ke raknya.
Di balkon kamarku, kupetik gitar usang yang sudah lama tidak kugunakan. Ujung Aspal Pondok Gede kini kunyanyikan. Entah kenapa ingatanku tentang lagu itu saat dulu bersama ayah di kampung. Kenapa malam ini begitu hening?
Sekarang pukul 12.45, berbaring di kamar cukup membuatku merasa nyaman. Apakah malam ini sama seperti tadi saat di luar kamarku? Aku terus berpikir. Kenapa begitu cemas? Ah, tidak usah dipikirkan, aku ingin tidur.
“Nak, bangun nak,” Ibu membangunkan ku dengan isak tangisnya. Kulihat jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 05.36. “Kapal ayahmu hilang kontak, bagaimana ini?,” Tanya ibuku. Sontak aku terkejut dan membuat sekujur tubuhku kaku tak berdaya. Ibuku ternyata mendapat kabar dari grup whatsapp-nya. Kubaca isi grupnya, voice note tangis dan emoticon menangis cukup memenuhi grup di pagi hari itu. Semuanya tidak mempunyai kabar dari para suami yang ikut menyelam di kapal selam KRI Nanggala-402 tersebut.
Tak hentinya menangis, ibuku tidak bisa berkata-kata. Saat sanak keluarga di kampung menelepon, ibuku enggan tuk bertutur kata. Apa boleh buat, aku yang saat itu hanya bisa menceritakan kesedihan ibuku kepada keluargaku. Berita di media sosial begitu pesat adanya. Aku tak ingin kabar ini menjadi duka yang dalam bagiku, karena kuyakin bahwa ayah masih hidup.
Malam kembali menyelimuti. Tangisku ini masih berlanjut. Begitu pula ibu yang tetap menghubungi ayah walau tidak ada respons sama sekali. Malam itu benar- benar dinyatakan bahwa kapal selam yang ditumpangi ayah hilang. Setelah kabar itu, duka yang kurasakan begitu dalam. Perlahan kututup mataku dan kembali tertidur.
Aku terbangun di sofa ruang keluarga. Kulihat ibuku dengan mata yang bengkak karena tangis sedang duduk di dekatku, sambil mengelus kakiku. “Ayahmu masih hidup, kuyakin itu,” Ibuku meyakinkanku. Pagiku kembali diawali oleh tangis yang telah membendung. Kupikir sudah berakhir namun tetap saja nihil, ayahku masih dalam pencarian.
Kapal selam ternyata memiliki tabung oksigen yang cukup untuk 3 hari. Sejak dikatakan hilang kemarin aku masih tetap berpikir bahwa ayah segera ditemukan. Katanya tabung tersebut cukup memuat oksigen untuk digunakan selama 72 jam, yang artinya 3 hari. 53 orang yang berada di kapal hingga sekarang belum ada kepastian sama sekali. Aku yakin semua pihak terkait pasti melakukan pencarian dengan semaksimal mungkin. Hari itu hanya doa yang selalu kututurkan.
Sudah 43 jam setelah kapal ayahku menyelam, yang artinya 29 jam lagi tabung oksigen itu akan habis. Ku Hitung terus jam di dinding kamarku untuk memastikan, sembari menunggu kabar dari grup whatsapp ibuku dan dari TNI Angkatan Laut lainnya. Ibuku masih berbaring di kamar. Sudah hampir 3 hari ini ia makan hanya sedikit. Begitu terpukulnya perasaan ibu saat ini. Ayahku yang begitu ia cintai hilang tidak ada kabar sama sekali.
Aku masih berpikir bagaimana bisa kapal selam yang dijuluki monster bawah laut hilang kontak sama sekali? Apakah kapal itu ada kerusakan? Ataukah awak kapal yang ceroboh dalam mengendalikan kapal selam saat melaksanakan latihannya? Mungkin juga karena perairan Laut Utara Bali sangat ekstrim tuk dilalui oleh kapal tersebut? Aku bertanya pada diriku sendiri.
Sudah empat hari setelah ayahku hilang, tibalah kabar siang ini bahwa kapal selam Nanggala-402 benar-benar tenggelam. Serpihan kapal ditemukan di permukaan laut. Kapal selam ditemukan di kedalaman 838 meter dari permukaan laut di daerah utara Celukan Bawang. Barang bertaburan di permukaan laut ditemukan seperti pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, dan di botol oranye pelumas periskop kapal selam.
Didalam kedalam 838 meter dengan perlengkapan yang sudah tidak memadahi, manusia mana bisa hidup? Kapal selam monster laut yang dinyatakan telah hancur dan terbagi menjadi tiga bagian membuatku yakin bahwa Ayah telah gugur bersama 53 rekannya. Benar, sudah dipastikan oleh panglima TNI bahwa 53 orang tersebut telah gugur. Tangis ini masih terasa. Ibuku yang tak lagi mampu berkutik, tak mampu pula mengeluarkan air matanya walau raungan tangisnya terdengar jelas.
Dukaku sangat dalam, semesta telah berkata lain. Takdir itu nyata dan aku mengakuinya. Segala doa selama empat hari ini telah dituturkan. Indonesia telah berduka karena gugurnya para tentara lautnya sekali lagi. Kapal Nanggala-402 yang awalnya ingin melakukan latihan penembakan senjata strategis TNI Angkatan Laut 2021 berujung duka. Dinyatakan hilang setelah tiga jam menyelam dan dinyatakan tenggelam setelah empat hari pencarian. Aku berduka. [AR/303]