Senin, Januari 20, 2025

Menjawab Opini “Hamba Allah” pada Metanoiac.id

spot_img
| METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |                          | METANOAIC | Torehan Tinta Pergerakan |

Saya membuka beberapa buku dan kitab di meja kerja sesaat setelah membaca opini seseorang yang mengatasnamakan “Hamba Allah” yang terbit di kolom opini Metanoiac.id, Kamis kemarin. [Baca juga: Politeknik Islam Ujung Pandang] hafalan

Sambil membaca buku, ingatan saya kembali ke tahun 2012 pada saat pertama kali menginjakkan kaki di kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP). Saat itu bertepatan dengan hari Jumat, saya melihat kelas-kelas diakhiri lebih cepat, gerbang utama ditutup dan kantin kosong sesaat sebelum azan Jumat berkumandang di masjid. Pengalaman yang unik sebenarnya, saya takjub sekaligus heran. hafalan

Kita tinggalkan kenangan saya tetap di tempatnya. Tulisan ini akan berisi pandangan pribadi saya, sebagaimana penulis opini sebelumnya. hafalan

Saya tak berani mengganti kata Negeri menjadi Islam di antara kata “Politeknik” dan “Ujung” karena pada kenyataannya dukungan yang sama dengan cara yang berbeda juga berlaku pada pemeluk agama lain di kampus. PNUP bukan kampus homogen, ada banyak sekali mahasiswa dan dosen yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan semuanya khidmat dengan keyakinannya masing-masing dan kampus mendukung semua aktivitas keagamaan mahasiswanya. 

Perilaku yang buruk adalah antitesis dari pengetahuan, setidaknya itu yang disampaikan Socrates. Sederhananya, sebesar apa pun pengetahuan, faktor pengalinya akan berubah menjadi nol jika perilaku seseorang buruk.

“Semakin baik ilmu seseorang, semakin baik perilakunya,” katanya. Lalu apakah orang berpengetahuan yang punya moral buruk masih tetap dikatakan cerdas? “Karena ia sedang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan pengetahuannya, maka ia di hukumi bodoh,” katanya.

Jadi, cukupkah untuk hanya sekadar berpendidikan saja? Jika menilik apa yang disampaikan Socrates, maka jawabannya adalah tidak, bermoral juga sama pentingnya. Pendidikan dan moral adalah paket yang tak boleh berpisah. Lalu, di mana kita mendapat standar moralitas? Silakan jawab sendiri.

Jika belum bisa menjawab, akan saya lanjutkan dengan contoh konkret melalui data. Desember 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang linier dengan latar belakang pendidikan tersangka korupsi. Semenjak lembaga ini didirikan sebesar 46.15% adalah lulusan S3, 30.77% lulusan S2, dan 2.08 % adalah lulusan S1 telah ditangani.

Masih segar di ingatan kita bagaimana hati dan nurani kita dilukai oleh kelakuan pejabat negara yang menyunat dana bantuan sosial yang diperuntukkan bagi masyarakat. Orang yang menjadi tersangka adalah orang yang memiliki pengalaman belajar yang panjang dan tentu karena pendidikannya ia termasuk bagian dari orang-orang ahli di Indonesia, seperti yang dipaparkan oleh penulis opini sebelumnya melalui data Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca Juga:  Best Practice Salesmanship Ke-2, Attitude Menjadi Nilai Utama

Padahal, jika ia menghafal dan menadaburi surah Al-Fajr yang terdapat pada juz 30 tentang bagaimana kecenderungan manusia terhadap harta dan kewajibannya memberi makan yang miskin. Maka dengan pengetahuan yang ia miliki, ia bisa terhindar dari tindakan yang melukai hati dan nurani itu.

“Anda naif sekali!” mungkin pembaca akan menghardik saya. Tetapi saya percaya ilmu tanpa amal dan pengetahuan tanpa cinta itu sama berbahayanya. Ilmu tanpa amal hanya menjadi teori yang berakhir di secarik kertas dan pengetahuan tanpa cinta akan membuat pemiliknya berlaku culas, seperti isi potongan dari kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu “Ilmu (agama) akan menjaga pemiliknya.”

Karena yang menjadi titik bahasan yang dipermasalahkan oleh opini sebelumnya adalah perkara yang berhubungan dengan masalah syar’i, yakni hafalan juz 30 dan korelasinya terhadap pendidikan vokasi. Isinya tak jauh-jauh dari permasalahan profesionalitas dalam bekerja dan belajar, saya ingin mengutip potongan dari buku Syakhsiyatul Muslim karya Dr. Muhammad Ali Al-Hasyim.

Dalam buku tersebut, Dr. Muhammad Ali Al-Hasyim menerangkan pentingnya ilmu syar’i dan profesional (Itqan) dalam pekerjaan. Kita tahu pada zaman Rasulullah hidup adalah zaman keemasan. Sahabat beliau berlomba-lomba beribadah dalam ketaatan mereka menghamba hanya kepada Allah semata, namun para sahabat tak meninggalkan profesionalitasnya dalam perkara duniawi. Hal itu tercermin dari hadis yang diriwayatkan Zaid bin Tsabit yang isinya Rasulullah memintanya untuk mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasa Arab. hafalan

Oleh karenanya, Zaid tercatat menguasai banyak bahasa hingga saat dilihat sisi dunianya tak terbersit permasalahan akhirat dan ketika kita lihat sisi akhiratnya maka tak terlihat gemerlap dunia.

Kemudian penulis menyebut jika kesibukan akan memecah konsentrasi belajar. Baik saya pun dulu berpikir demikian, lalu saya belajar perkara syari di salah satu ustaz di Bandung. Umur beliau masih muda, beliau adalah lulusan S2 dan S3 fisika murni universitas di Inggris lalu melanjutkan pendidikan syar’i-nya di salah satu kampus di Arab Saudi sambil tetap mengajar fisika Murni di ITB. Beliau juga membuka kajian tauhid dan beberapa kajian kitab ulama terdahulu. Ya, saya dulu juga berpikir jika ilmu dunia dan ilmu syar’i sulit jika didalami bersamaan, lebih-lebih bisa menguras tenaga dan konsentrasi sampai akhirnya melihat satu persatu orang yang mampu mendalami keduanya.

Ilmu agama dan dunia tak seperti air dan minyak, keduanya saling mendukung. Islam pun memotivasi para pemeluknya untuk berpikir dan menadaburi ayat-ayat Quraniyah dan Kauniyah seperti pada surah Ali ‘Imran ayat 190.

Baca Juga:  Pembentukan PPCD Telah Terlaksana, Siapakah Bakal Calon Pemimpin PNUP Selanjutnya?

“Mungkin dia memang cerdas, sedangkan saya tidak secerdas dia,” mungkin anda akan berkata seperti itu. Izinkan saya menjawabnya dengan nasihat indah Haji Abdul Malik Karim Amrullah “Jangan sampai pikiran yang cemerlang menjadi budak dari tubuh yang malas.” hafalan

Sebagaimana yang penulis opini sebelumnya katakan, “There’s no such thing as a free lunch,” ya, saya setuju. Pengorbanan yang besar punya korelasi dengan hasil yang akan didapatkan di kemudian hari, “You can not get something for nothing” Sejalan dengan perkataan Imam Syafi’i, ilmu hanya akan digapai dengan enam metode dan dua di antaranya adalah kesungguhan dan waktu yang panjang

Teman-teman pembaca yang saya hormati. Dunia kampus hanyalah gambaran kecil dari apa yang akan kalian hadapi setelahnya. Saya setuju jika menghafal kurang baik, alangkah baiknya jika ditambah dengan menadaburi tiap ayatnya beserta tafsir dari ulama yang kompeten. Agar setelahnya, jika menghadapi hal yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut “Ilmu akan menjaga pemiliknya.”

Mahasiswa lulusan perguruan tinggi bukan robot yang dicetak sebagaimana spesifikasi yang dibutuhkan oleh pabrik. Tetapi lebih dari itu mahasiswa juga diminta untuk mampu berpikir dan mengolah informasi yang diterima lalu memutuskan baik-buruknya sebuah objek. Saya akan kembali bertanya “Lalu di mana kita mendapat standar baik-buruk itu?“ Silakan jawab sendiri, saya harap pertanyaan ini sudah bisa dijawab.

Jadi, “Apakah hafalan juz 30 akan membantu PNUP menuju standar global?” tanya si penulis opini kemarin. Pertanyaan ini mungkin satir dan oleh penulisnya berharap untuk tidak perlu dijawab. Namun saya akan mencoba menjawab: Hafalan di kepala tiap mahasiswa itu tidak akan serta merta menjadikan kampus menuju standar global, tetapi akan menjadi salah satu unsur yang penting untuk menjaga misi “Pembenahan sumber daya manusia” berada di jalur yang benar, tentu pembenahan ini tidak dimaksudkan hanya pada bidang teknis saja tetapi juga pada akhlak manusianya.

Sebagai penutup dan menjadi nasihat serta motivasi untuk saya dan teman-teman pembaca sesama muslim, Rasulullah telah memberitahu kita melalui sebuah hadis yang dishahihkan oleh syekh al-Albani, bahwa Allah membenci orang yang pandai dalam urusan dunia namun bodoh dalam perkara akhiratnya.

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.”

 

Wallahu a’lam bishawab

 

Penulis:  Risal Akbar (Mahasiswa aktif, Penulis Lepas, Engineer, alumni Teknik Mesin PNUP)

Kontak:

Instagram : risalakbar_

Email: risalakbarara@gmail.com

Vidio Untuk Anda

Video thumbnail
AFTER MOVIE KONGRES XXI
01:00
Video thumbnail
AFTER MOVIE KONGRES XX
01:51
Video thumbnail
Meta-Talk: Problematika Ormawa | Episode #12
43:26
Video thumbnail
Meta-Talk: Kuliah Luar Negeri Bersama IISMA | Episode #11
41:47
Video thumbnail
MAY DAY - AKSI HARI BURUH | 1 Mei 2023 | Video Jurnalistik
05:51
Video thumbnail
TOLAK UU CIPTA KERJA | 6 April 2023 | Video Jurnalistik
08:38
Video thumbnail
Meta-Talk: Nahkoda Baru Kampus Hitam | Episode #10
58:48
Video thumbnail
After Movie Kongres XIX
01:52
Video thumbnail
Meta-Talk: Mengenal Metanoiac | Episode #9
21:08
Video thumbnail
Video Pengenalan Lembaga Pers Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang 2021-2022
03:47
Video thumbnail
Meta-Talk: Esensi Pengaderan | Episode #8
43:18
Video thumbnail
Meta-Talk: Pers Mahasiswa Dapat Dipercaya(?) | Episode #7
16:18
Video thumbnail
Meta-Talk: Industri Kreatif | Episode #6
15:44
Video thumbnail
Kilas Balik 11 April 2022 | Video Jurnalistik
09:43
Video thumbnail
Meta-Talk: Feminisme | Episode #5
16:13
Video thumbnail
Gelap Terang Kampus Hitam | Video Jurnalistik
15:52
Video thumbnail
Kantin Fana 2 | Video Jurnalistik
03:06
Video thumbnail
Meta-Talk: Self Love | Episode #4
08:11
Video thumbnail
Meta-Talk: Mahasiswa Berprestasi di Luar Jurusannya | Episode #3
10:04
Video thumbnail
Meta-Talk: Mahasiswa vs Organisasi | Episode #2
16:26
Video thumbnail
Meta-Talk: Tahun Baru Bersama Direktur | Episode #1
32:01
Video thumbnail
Menilik Realisasi Janji Pembenahan Kantin | Short Documentary | PERSMA PNUP
10:15
Video thumbnail
Catatan 8 Oktober | Short Documentary | Persma PNUP | Omnibus Law
14:08
Video thumbnail
Suara Demonstran Omnibus Law | 14 Agustus 2020 | Persma PNUP
08:01
Video thumbnail
Opini Mereka Tentang Peran Media di Masa Pandemi COVID-19 | PERSMA PNUP #5
08:58
Video thumbnail
Mahasiswa VS Corona | Pers Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang | Covid-19 | Video Jurnalis #4
10:01
Video thumbnail
New Year New Hope. Kampus 2 Politeknik Negeri Ujung Pandang. Vidio Jurnlistik Persma PNUP #2
08:59
Video thumbnail
Kantin Fana, Video Junrlis Pemindahan Kantin PNUP #1
08:09
Video thumbnail
Pendapat Sivitas Kampus Mengenai WC yang ada di PNUP
04:24
Video thumbnail
DIKLAT BELA NEGARA MABA PNUP 2018 - RINDAM XIV HASANUDDIN
17:19
Video thumbnail
Bela Negara 2018
01:00
Video thumbnail
Wawancara Pengenalan Lembaga PKKMB 2018
02:19
Video thumbnail
CARAKA Malam Bela Negara Mahasiswa Baru Politeknik Negeri Ujung Pandang 2018
01:58
Video thumbnail
Dokumentasi Aksi 2 Mei 2018 oleh Aliansi Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang
10:06
Video thumbnail
Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2018
01:01
Video thumbnail
Pendidikan Pers Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang 2018
01:00
Video thumbnail
Kunjungan Media Online Rakyatku dan Harian Fajar
01:01
Video thumbnail
Tahap Wawancara Anggota Baru Pers Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang
01:01

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU