METANOIAC.id Dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM), mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) dari berbagai jurusan maupun lembaga berkumpul untuk kembali menyuarakan hak-hak mahasiswa kepada pihak birokrasi agar segera terealisasi. Aksi tersebut dikomandoi oleh DEMA dan BEM KMPNUP yang berlokasi di pelataran Gedung Direktorat PNUP sebagai titik kumpul, Kamis (10/12).
Sebelum berjalannya aksi, beredar pamflet yang berisi seruan aksi pada laman instagram @polhukambemkmpnup dengan menggunakan dresscode almamater PNUP. Adapun tuntutan yang disuarakan pada aksi kali ini yaitu :
1. Penerbitan Sistem Perguruan Tinggi (SPT) 2020;
2. Relokasi kantin;
3. Menaikkan dana lembaga; dan
4. Penghapusan jam malam.
Tuntuntan tersebut merupakan keresahan dari Keluarga Mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang (KMPNUP) termasuk Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) maupun Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Selain itu, pamflet tersebut terdapat tagar #RealisasikanHakManusia, #SapiAntangMelawan, dan #AliansiKantin. Gugun Maulana selaku anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sekaligus Koordinator Lapangan (Korlap) mengatakan bahwa tagar tersebut memiliki filosofi sehingga dikaitkan dengan fenomena yang terjadi di kampus, “Tagar #SapiAntangMelawan memiliki filosofi bahwa saat pagi hari, sapi antang sering menjadi pemicu kemacetan jalanan dan makan di sekitar sampah lalu pulang bergerombol saat sore hari,” ucapnya.
“Mahasiswa tiba di kampus pada pagi hari kemudian makan di kantin yang berada dekat dengan tempat sampah. Pada sore hari, mahasiswa meninggalkan kampus untuk pulang ke rumah masing-masing. Kata Melawan berarti mahasiswa diharapkan mampu melawan kebijakan kampus,” tambahnya.
Menurut Gugun, penggunaan kata sapi sangat cocok menggambarkan mahasiswa saat ini yang tidak lagi menyampaikan kritik, namun hanya menerima begitu saja kebijakan yang dikeluarkan oleh kampus.
Selanjutnya, aksi tersebut dirangkaikan dengan berjalan melewati kantin menuju pelataran Gedung Direktorat kemudian berorasi, pengucapan sumpah mahasiswa, menyanyikan mars mahasiswa, hingga berdiskusi dengan pihak birokrasi.
Sebelum diskusi dilakukan, terjadi perdebatan yang cukup panjang antara mahasiswa dengan pihak birokrasi serta pihak keamanan. Awalnya, mahasiswa meminta untuk dapat bertemu langsung oleh Direktur PNUP. Namun, pihak birokrasi menawarkan untuk berdiskusi dengan perwakilan mahasiswa sebanyak lima orang.
Akhirnya, pihak birokrasi menyediakan ruang rapat utama untuk berdialog dengan syarat hanya dua mahasiswa setiap lembaga yang diperbolehkan masuk mengingat penerapan protokol kesehatan.
Dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan mahasiswa bersama Direktur PNUP, WD II, WD III, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan, Kepala Subbagian Kemahasiswaan, Alumni, Kepala Bagian Umum dan Keuangan, serta pihak keamanan dengan jumlah kurang lebih 25 orang.
Prof. Muhammad Anshar menjawab tuntutan dengan menyayangkan tindakan mahasiswa. “Hal seperti ini tidak perlu diributkan, kapan pimpinan tidak beri waktu untuk aspirasi seperti ini? Usulan kalian bagus, hanya saja saya tidak suka dengan cara kalian. Ini sama saja mencemari institusi kita,” tuturnya.
Tuntutan mengenai penerbitan SPT 2020, Prof. Muhammad Anshar mengatakan bahwa soft copy SPT telah diedarkan. “SPT soft copynya telah kami berikan. Kami memang tidak melakukan pemberian hard copy karena belum tentu juga mahasiswa membacanya. Namun jika mahasiswa menuntut haknya dan memang dibutuhkan maka kami akan adakan. Hanya saja jika tidak dibutuhkan akan menghabiskan dana,” tambahnya.
Terkait relokasi kantin, terkendala pada anggaran yang harus turun di RKKN masuk ke dalam Sosialisasi Sistem Informasi Perencanaan Pengadaan Barang dan Jasa (SiRenBaja) dan Sistem Informasi Pelaporan Elektronik (SIMPEL) kemudian dapat dilaksanakan. Selain itu, kampus masih dalam naungan Satuan Kerja (Satker).
“Angggaran yang membuat kami tidak dapat menyelesaikannya, namun ada kabar gembira di tahun 2021 nanti akan ada dana pemeliharaan sebesar 2 Miliar yang akan diberikan. Tentunya pembenahan kantin akan menjadi prioritas utama saya.” ucapnya.
Tuntutan ketiga yaitu menaikkan dana lembaga, dana lembaga harus tersebar semua dan jika tersisa akan dikembalikan ke negara. “Kami akan mendapat teguran jika tidak menggunakan anggaran. Sehingga untuk tahun berikutnya akan kesulitan meminta anggaran lagi,” jelas Prof. Muhammad Anshar.
Sirajuddin Omsa selaku Wakil Direktur (WD) II menambahkan, untuk sisa dana lembaga sebesar Rp 56.000.000 akan diberikan ke lembaga untuk pembelian ATK dengan menggunakan dana pribadi lembaga kemudian dilaporkan secepatnya dengan penyertaan bukti berupa nota dan kwitansi agar anggaran tersebut dapat dicairkan.
Prof. Muhammad Anshar menyarankan agar WD II dapat mengundang mahasiswa yang akan menyerahkan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kegiatan lembaga dan melakukan sosialisasi LPJ kegiatan agar tidak lagi dikembalikan berulang kali.
Muhammad Awal selaku Presiden BEM mengusulkan, untuk diawal kepengurusan setiap lembaga menyetor masing-masing program kerja yang disertai dengan Rancangan Anggaran Belanja (RAB) dan diserahkan ke BEM, kemudian BEM menyerahkan ke bagian kemahasiswaan sebagai standar regulasi untuk pembahasan kenaikan dana lembaga.
Prof. Muhammad Anshar dan Sirajuddin Omsa menyambut baik saran dan menambahkan bahwa untuk RAB saja tidak cukup karena RAB hanya terkait dengan anggaran, yang paling penting itu Term Of Reference (TOR) atau secara umum disebut proposal yang mencakup analisis kegiatan tersebut dilakukan.
“Saya selaku pimpinan juga sangat setuju jika anggaran dinaikkan. Saya sedih melihat mahasiswa jika tidak ada anggaran, padahal banyak mahasiswa yang berprestasi mengangkat nama politeknik,” tambah Prof. Muhammad Anshar.
Tuntutan terakhir, terkait dengan pembatasan jam malam. Pembatasan untuk berkegiatan sampai jam 18.00 WITA untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena sudah banyak kejadian yang terjadi di kampus karena tidak adanya pembatasan jam malam dan berlaku selama masa pandemi Covid-19. Namun, pihak birokrasi tidak melarang mahasiswa berkegiatan malam di kampus, asalkan telah mendapat izin.
Di akhir pertemuan, Prof. Muhammad Anshar berharap jika ada masalah, maka didiskusikan terlebih dahulu ke WD I, kemudian disampaikan ke pimpinan agar saling mengerti dan saling menghargai.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa yang sangat memperhatikan keadaan kantin yang menjadi permasalahan utama dan berbagai usulan yang sangat baik, kecuali untuk pembatasan jam malam. [ARF/322 NTA/320]