Pamflet. Pamflet tuntutan yang disebar pada laman Instagram @aliansipnup, Senin (15/6). [Ist] |
METANOIAC.id Aliansi Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) telah melakukan aksi pemasangan spanduk yang berisikan tuntutan mahasiswa yang belum dikabulkan oleh pihak birokrasi. Spanduk yang terpasang sebanyak 4 buah itu dipamerkan di depan pintu masuk kampus 1 PNUP, aksi tersebut dilaksanakan pada Jumat pagi, (12/6).
Spanduk. Sebanyak 4 buah spanduk yang dipasang oleh Aliansi PNUP, Jumat (12/6).[Ist] |
Tuntutan. Spanduk tuntutan yang terpasang di Spanduk Centre , Senin (15/6). [Ist] |
Sebelum melakukan aksi tersebut, Aliansi PNUP telah mengunggah pamplet tuntutan di akun instagram miliknya, Kamis (11/6). Adapun tuntutan yang dimaksud berisikan:
- Berikan potongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) 50% di semester ganjil 2020/2021.
- Berikan kejelasan resmi gratis UKT untuk mahasiswa semester akhir.
- Subsidi kuota 6 gigabyte (GB) tidak cukup.
- Katanya bantuan logistik setiap minggu, nyatanya hanya sekali selama pandemi.
Wawancara. Wawancara yang dilakukan di pelataran Gedung Direktorat, Jumat (12/6). [CR/300]
|
Terkait hal tesebut, Crew Metanoiac berkesempatan bertemu langsung dengan Prof. Anshar selaku Direktur PNUP, di Pelataran Gedung Direktorat saat agenda Jumat Bersih, (12/6). Prof. Anshar mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya spanduk yang terpasang.
Menanggapi tuntutan-tuntutan tersebut, ia menjelaskan bahwa status institusi PNUP masih termasuk Satuan Kerja (Satker) Kementerian sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk mengembangkan semua.
“Lain halnya dengan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), itu ada kewenangan pimpinan mengatur masalah keuangan, termasuk UKT. Sementara, kita (PNUP) tidak sembarang mengeluarkan anggaran, untuk keluarkan anggaran harus diproposalkan dulu. Kalau kita keluarkan anggaran tidak ada di Rencana Kerja dan Anggaran-Kementerian dan Lembaga (RKA-KL), kita akan ditangkap,” tegas Prof. Anshar.
Pada poin pertama tuntutan, Direktur PNUP menanggapi kalau belum ada potongan terhadap UKT karena harus dibicarakan di tingkat pimpinan senat. Dirinya sebagai Direktur tidak berani mengeluarkan dana kalau tidak ada tuntunannya dalam RKA-KL.
“Tidak boleh langsung ada pemotongan, saya tidak berani karena semua itu harus lewat kementerian, karena saat ini kementerian juga butuh dana sehingga anggaran untuk kita dipotong hingga 2.3 M,” jelasnya.
“Pada poin kedua, UKT untuk mahasiswa tugas akhir tetap dibayarkan, selama tidak ada perubahan. Terkait masalah keuangan, pimpinan tidak boleh berinisiasi sendiri,” lanjut Prof. Anshar.
Untuk poin ketiga, Prof Anshar memang memiliki target bahwa kuota akan tetap dibagikan kepada mahasiswa selama pandemi Coronavirus Disease (COVID-19). Hal tersebut karena merupakan hak mahasiswa yang harus dipenuhi. Selain itu, subsidi kuota internet juga mudah dilakukan karena adanya instruksi dari pusat untuk pendistibusian.
Namun, pada kenyataannya kuota yang didapatkan mahasiswa baru tersalurkan hanya satu kali terhitung sejak perkuliahan dilakukan secara Dalam Jaringan (Daring) pada Selasa, (17/3).
Menanggapi subsidi kuota yang hanya satu kali diberikan selama pandemi ini, Prof. Anshar justru mengatakan bahwa hal tersebut baru diketahuinya. Menurut Prof. Anshar, seharusnya pendistribusian kuota reguler ke mahasiswa dilakukan pertama kali sejak bulan April. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi miss komunikasi antara direktur dengan pelaksana kebijakan subsidi kuota.
Di saat yang bersamaan, Sirajuddin Omsa selaku Wakil Direktur (WD) 2 bidang Umum dan Keuangan ingin meluruskan terkait hal tersebut.
“Bantuan pembelajaran daring itu akan berlanjut, karena ada tambahan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di semester 6, tetapi kita menunggu revisinya dulu untuk disetujui dari kementerian dan kita akan naikkan menjadi 12 GB dan untuk bantuan logistik bagi mahasiswa yang stay di Makassar tetap berlanjut,” ucap Sirajuddin.
Untuk poin terakhir tuntutan terkait bantuan logistik yang akan diberikan setiap minggu, Prof. Anshar mengatakan bahwa dirinya tidak pernah memberikan instruksi untuk bantuan setiap minggu karena hal itu harus dikaji terlebih dahulu.
Pada akhir wawancara, Prof. Anshar berharap kepada mahasiswa agar tetap belajar dengan baik. karena selama perkuliahan daring, tetap ada penilaian sambil bersabar menunggu bantuan pimpinan.
Sisi Aliansi PNUP
Di sisi lain, Aliansi PNUP sebagai pelopor tuntutan-tuntutan tersebut ikut angkat bicara mengenai tuntutan-tuntutan yang belum terkabulkan.
“Semenjak kami bersuara, Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) tak pernah tanggap dan mendengarkan.”
Begitu sekiranya yang tertulis pada pamflet postingan terbaru dari akun instagram @aliansipnup pada Kamis, (11/6). Berdasarkan pernyataan sikap Aliansi PNUP setelah audiensi dilakukan pada Sabtu (16/5), dari enam poin tuntutan beberapa tuntutan diterima dan beberapa belum diterima.
“Dengan mengingat bahwa COVID-19 merupakan bencana nasional yang berdampak masif sehingga berakibat pada penurunan pendapatan masyarakat secara kumulatif yang direpresentasikan dalam pendapatan daerah khususnya Sulawesi Selatan yang menjadi tempat bermukimnya PNUP,” jelas Alamsyah selaku Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi.
Pernyataan tersebut semakin diperkuat dengan landasan regulasi di mana berdasarkan UUPT No. 12 Tahun 2012 pasal 76, dan Permenristekdikti No.39 Tahun 2017 ayat (1) yang secara umum membahas mengenai pemenuhan hak mahasiswa jika terjadi perubahan ekonomi.
Maka dari itu, Aliansi PNUP melalui poin pertama menuntut pimpinan kampus untuk memotong UKT sebesar 50% di semester ganjil 2020/2021. Berdasarkan pernyataan sikap Aliansi PNUP, tuntutan tersebut dituntut kembali mengingat penghematan biaya operasional PNUP yang tidak terpakai selama masa pandemi dan penghematan biaya cetak buku SPT 2019 yang tidak direalisasikan, sehingga diharapkan bahwa hal tersebut dapat menutupi kekurangan nominal UKT di semester ganjil 2020/2021.
Ikhsan Muslimin selaku Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa PNUP (BEM-KMPNUP) mengatakan berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari HR. Fajar selaku Wakil Direktur (WD) 3 bidang Kerjasama bahwa pendapatan yang diterima oleh PNUP yaitu sebesar Rp. 88 Milyar per tahunnya. Namun, di sisi lain seperti yang tertera pada berita COVID-19 Mengambil Biaya Operasional, WD 3 juga mengatakan bahwa pada masa pandemi ini, anggaran PNUP dipotong sebesar Rp. 2,3 M sebagai dana bantuan penanganan COVID-19.
Menurut Aliansi PNUP mengenai hal tersebut, pemotongan anggaran Rp. 2,3 M bukanlah sebuah hambatan dalam merealisasikan pemotongan UKT 50% di semester ganjil 2020/2021. Dengan mempertimbangkan dari pendapatan Rp. 88 M tersebut hanya sekitar 2,6% anggaran yang dipotong, sehingga masih ada 97,4% atau sekitar Rp. 85,7 M pendapatan yang diterima oleh PNUP.
Dari Rp. 85,7 M tersebut tidak digunakan secara maksimal mengingat perkuliahan dilakukan secara daring dan PNUP baru memberikan subsidi kuota reguler hanya sebesar 6 GB selama satu kali untuk mahasiswa yang menggunakan provider Telkomsel.
Seperti yang tercantum pada pernyataan sikap Aliansi PNUP, adapun kuota reguler 6 GB yang telah didistribusikan pada bulan Mei lalu merupakan hasil kompensasi dari wifi kampus yang tidak terpakai sejak 17 Maret 2020 sebesar 10 GB per bulan untuk setiap mahasiswa.
Anggaran yang dikeluarkan dari pemberian kuota reguler 6 GB tersebut adalah sebesar Rp. 98.800.000 menurut WD 1 dan WD 2 selaku perwakilan dari pihak birokrasi pada saat audiensi. Jika dari Rp. 98.800.000 dikeluarkan untuk 4041 mahasiswa, artinya jika dinominalkan satu orang mahasiswa hanya diberikan kurang lebih sebesar Rp. 24.449 sejak 17 Maret sampai 19 Juni mendatang.
Pada poin dua, ini merupakan tuntutan lanjutan dari tuntutan awal. Aliansi PNUP menuntut pimpinan kampus untuk segera memberikan kejelasan secara resmi terkait menggratiskan UKT untuk mahasiswa semester akhir yang sebelumnya telah disetujui oleh WD 1 dan WD 2 pada saat audiensi.
Pada poin tiga, Aliansi PNUP menuntut penambahan bantuan kuota reguler karena berdasarkan pengambilan data secara random kepada mahasiswa dari setiap jurusan yang telah dilakukan, hasilnya menyatakan bahwa kuota 6 GB tidak cukup untuk perkuliahan daring selama satu bulan. Mengingat masih banyak dosen yang menggunakan aplikasi video conference sebagai media perkuliahan yang cukup menguras kuota.
Poin terakhir, Aliansi PNUP ingin meminta kejelasan pada pihak pimpinan kampus mengenai bantuan logistik untuk mahasiswa yang di Makassar dan tidak dapat pulang kampung.
Berdasarkan hasil audiensi yang telah dilakukan, WD 2 mengatakan bahwa bantuan logistik diberikan kepada mahasiswa setiap minggu selama tiga sampai empat minggu, yang berarti seminggu sekali seharusnya ada bantuan yang disalurkan kepada mahasiswa yang masih di Makassar dan tidak pulang kampung dan bantuan diberikan tiga sampai empat kali dengan jumlah harga per paket bantuan kurang lebih adalah Rp. 110.000.
Namun berdasarkan informasi yang didapatkan oleh Aliansi PNUP, pada kenyataannya bantuan logistik baru diberikan sebanyak satu kali selama pandemi, diberikan tepatnya beberapa hari setelah lebaran. Setelah pembagian pertama, dan hingga saat ini bantuan kedua bahkan ketiga belum disalurkan.
“Jadi melihat dari pada landasan-landasan yang telah Aliansi PNUP uraikan, seharusnya kampus tidak membenturkan lagi alasan penolakan ke permasalahan level kampus yakni satuan kerja dan alasan-alasan penolakan lainnya,” jelas Alief Syahrulputra selaku wakil Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) KMPNUP.
Menurut Alief, hal itu dikarenakan mulai dari pada landasan regulasi sampai pada imbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sama sekali tidak menyatakan bahwa kampus yang berstatus satuan kerja tidak bisa mengeluarkan kebijakan terkait pengurangan UKT dan lain-lain.
“Sehingga bukan lagi berbicara bisa atau tidak bisa, melainkan mau atau tidak maunya kampus untuk merealisasikan tuntutan-tuntutan Aliansi PNUP. Dan sepatutnya kampus mau, dikarenakan kepentingan kesejahteraan mahasiswa dalam menjangkau pendidikan harus selalu berada di atas kepentingan-kepentingan lain,” tutur Alief. [FK/280 INK/297]