Program
Studi di Luar Domisili (PDD) merupakan program penyelenggaraan kelas jauh yang
dilakukan oleh perguruan tinggi pilihan dengan membuka program studi (Prodi) di
luar domisili. Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) adalah salah satu
perguruan tinggi yang dipilih untuk membina pelaksanaan program kelas jauh
tersebut. Pelaksanaan PDD tersebar di beberapa kabupaten di Indonesia.
Beberapa
tahun terakhir ini PNUP membina beberapa PDD, antaranya PDD Bone, PDD Bombana,
PDD Fakfak, PDD Nagekeo, PDD Keerom, dan PDD Manokwari. Jika melihat PDD Fakfak
yang bisa mandiri, bisa dikatakan PNUP telah berhasil melahirkan generasi baru.
Berbeda nasib dengan PDD Fakfak, PDD Keerom dan PDD Manokwari justru mati
sebelum tumbuh. Ketidakberuntungan tersebut harusnya menjadi tanggung jawab
PNUP dengan pemerintah. Mungkinkah PNUP dan pemerintah telah berusaha keras
untuk menumbuhkan kembali kedua PDD tersebut atau justru tak melakukan apa-apa.
Tak
bisa dipungkiri, jarak merupakan hambatan nyata untuk menimba ilmu. Siapa yang
akan rela bepergian jauh untuk mencari ketidakpastian. Hal tersebutlah yang
dirasakan beberapa mahasiswa PDD. Tidak adanya jadwal yang tepat dan ruang
tersedia, maka bagaimana pendidikan Indonesia bisa maju. Masalah utama bukan
pada keterbatasan sarana prasarana, namun pemerataan pendidikan. Alangkah
buruknya suatu negeri dengan keterbelakangan pendidikan. Jika di Sabang banyak
pemuda yang bisa merasakan perjuangan belajar, mengapa di Merauke tidak.
Perbandingan tersebut hanya contoh kecil, bahkan di Sabang sekali pun, masih
banyak masalah pendidikan.
Sekarang
yang tersisa adalah PDD Bombana, PDD Nagekeo, dan PDD Bone. Bisa diacungi
jempol ketiga PDD tersebut bisa bertahan sampai sekarang. Mereka berhasil
bertahan dengan berbagai keterbataan. Orang-orang yang berpengaruh di belakang
PDD tersebut tentulah menjadi kunci penting. “Jika ingin tetap survive carilah dukungan!” Seperti
itulah pelajaran tersembunyi dari kehidupan. Dukungan tidaklah salah, namun
memunculkan kompetisi luar biasa di luar sana.
PDD
Bombana, PDD Nagekeo, dan PDD Bone memiliki potensi luar biasa untuk membangun
negeri. Namun sebelum jauh membahas negeri, pendidikanlah yang paling utama
untuk dibangun. PDD Bombana dan PDD Nagekeo sampai sekarang menjalani proses
belajar mengajar dengan sistem yang telah ditetapkan dan PDD Bone diisukan akan
mengikuti jejak PDD Fakfak (Sekarang POLINEF). Berbicara mendalam mengenai
‘pelepasan diri’ yang akan direalisasikan PDD Bone, tentu mengajak kita untuk
berpikir banyak.
PDD
Bone yang dirintis sejak tahun 2014 telah meluluskan sebanyak 61 mahasiswa di
tahun 2017 dan 2018. PDD dengan tiga jurusan tersebut memiliki sekitar 145
mahasiswa aktif dari 183 mahasiswa terdaftar . Sekitar 21% mahasiswa tidak
aktif adalah persentase yang tinggi bagi suatu lembaga pendidikan. Maka perlu
dipertanyakan, bagaimana tindak lanjut dari PDD maupun PNUP untuk mengatasi
masalah keaktifan mahasiswa. Beberapa hal yang mungkin menjadi penyebab adalah
dosen yang tidak selalu menetap, administrasi adalah tanggung jawab PNUP, tidak
adanya ketetapan ruang dan waktu, serta masalah pribadi mahasiswa.
Keinginan
PDD Bone untuk berdiri sendiri bukan tanpa alasan, melihat ketersediaan Sumber
Daya Alam (SDA) yang kiranya perlu dikelola oleh pihak yang kompeten di
bidangnya, membuat pemerintah berusaha meningkatkan akses, pemerataan, mutu,
dan relevansi pendidikan tinggi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk
Kabupaten Bone.
Bone
merupakan salah satu kabupaten yang berada di pesisir timur Sulawesi Selatan dengan
kontur wilayah pegunungan (dataran tinggi), dataran rendah, dan pantai, membuat
Kabupaten Bone kaya akan hasil alam yang potensial. Berupa hasil perkebunan dan
kehutanan, pertanian, pertambangan, perikanan, dan perindustrian. Hasil
perkebunan dan kehutanan dengan komoditi kelapa, cokelat, cengkeh, jambu mete,
dan kemiri. Potensi hasil pertanian dengan komiditi padi. Potensi hasil
pertambangan berupa emas, batu bara, tembaga, pasir kwarsa (silica), dan marmer. Untuk potensi
bidang perikanan berupa budidaya udang, ikan bandeng, dan rumput laut. Serta
terdapat beberapa industri yang dapat dijadikan peluang investasi seperti industri ikan kaleng, industri bumbu masak,
dan industri pengolahan marmer.
Selain
kekayaan alam, Kabupaten Bone juga memiliki potensi pariwisata baik wisata
alam, wisata budaya, maupun wisata sejarah. Kesemuanya itu membutuhkan Sumber
Daya Manusia (SDM) atau Human Resources
yang kompeten, memiliki pengetahuan dan
keahlian yang mumpuni agar dapat mengelola berbagai Sumber Daya Alam
(SDA) yang melimpah tersebut dengan benar. Untuk itu dengan mandirinya PDD Bone
dari PNUP, diharapkan lulusannya mampu menciptakan kualitas SDM yang kompetitif
untuk mengembangkan potensi daerah.
Melihat
hal tersebut Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla juga turut andil
dalam upaya memandirikan PDD Bone. Salah satunya dengan upaya membantu
pembangunan rusunawa yang tengah berjalan saat ini. Digadang-gadang PDD Bone
akan melepaskan diri di akhir tahun 2019. Memasuki tahun 2020 akan menjadi
tonggak awal mandirinya PNUP jika semua perencanaan terkait pemandirian PDD
Bone berjalan dengan baik.
Jika
PDD Bone berhasil berdiri sendiri, maka otomatis akan mengubah namanya dari PDD
Bone menjadi Politeknik Teknologi Negeri Bone (POLITB). POLITB ini akan menjadi
perguruan tinggi vokasi pertama yang ada di Kabupaten Bone dan tidak ada
samanya dari 14 perguruan tinggi yang ada di Kabupaten Bone, tentu akan sangat
membantu dalam menciptakan pilar-pilar kompetitif dalam mengembangkan potensi
kekayaan alam yang ada.
Namun
sebelum PDD Bone benar-benar mandiri, beberapa hal yang perlu diyakini mengapa
kemandirian PDD Bone sangat penting adalah manajemen terhadap pembinaan PDD
dirasa agak buruk mengingat dosen yang mengajar di PDD-PDD merupakan dosen
tetap PNUP. Jika dosen dikirim ke PDD, mau tidak mau proses belajar mengajar di
PNUP terbengkalai. Hal ini menjadi salah satu penyebab tidak maksimalnya
penerimaan materi oleh mahasiswa PNUP. Setelahnya, digunakanlah dalih
‘pergantian’, namun tak ada yang bisa menjamin pergantian dilaksanakan seperti
kegiatan belajar mengajar normal.
Pihak
lain yang merasa terbebani akan pembagian jadwal mengajar dosen adalah
mahasiswa PDD. Karena prioritas tetaplah mahasiswa PNUP, maka mahasiswa PDD
harus bersabar menunggu jadwalnya. Bagi mahasiswa PDD, terbilang hanya beberapa
pertemuan dengan dosen, setelahnya ditinggal lagi dosen yang harus kembali ke
Makassar. Setelah ditinggal dosen, mahasiswa PDD harusnya menikmati masa
penantian dengan berpikir bagaimana melepaskan diri dari hal tersebut.
Lebih
lanjut berbicara mengenai masalah PDD, mahasiswa PDD Bone memang terkadang
terlihat di kampus untuk memperjuangkan pendidikan. Seperti di beberapa artikel
mengenai bocah pedesaan yang harus melintasi sungai dan berjalan puluhan kilometer
hanya untuk menuntut ilmu. Mahasiswa PDD Bone yang terkadang berada di PNUP tak
lain untuk melaksanakan praktikum atau ujian. Jelas saja, jika gedung saja
tidak punya, bagaimana bisa memiliki alat praktikum yang mahal itu. Di`dua`kan
dosen memang paling menantang, antara mahasiswa yang harus mengejar dosen
sampai Makassar atau dosen yang harus pusing memikirkan mahasiswa satu, dua,
keluarga di rumah, dan kenaikan pangkat.
Jelas
bahwa tempat domisili memiliki peran penting kehidupan PDD, namun tampaknya
pemerintah satu dengan yang lain tidak selaras. Untuk apa merencanakan jika
tidak direalisasi, untuk apa direalisasi jika tidak serius? Sama halnya dengan
PDD Bone yang pada awalnya tidak memiliki lahan, tetapi PDD Bone memiliki
‘orang berpengaruh’ maka jadilah PDD Bone terselamaatkan.
Kekayaan
alam yang melimpah jika dikelola dengan bijak dapat memberikan kontribusi yang
besar kepada pemerintah terutama dalam hal peningkatan Pendapatan Domestik
Bruto (PDB). Untuk itu, usaha Mendikbud harusnya didukung oleh pemerintah,
pemerintah daerah, lembaga pendidikan lain, dan masyarakat. Meskipun harus
melalui perjalanan yang panjang untuk mandiri, namun begitulah kiat kesuksesan.
Indonesia jangan sampai kaya dan indah namun memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Ibarat istilah, tajir namun mudah dibodohi. [TUT/261, CIN/CAB]
0 Komentar