Menuju tahun ajaran baru 2019/2020, Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) mengeluarkan surat edaran mengenai persyaratan pendaftaran penerimaan mahasiswa baru jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK). Pada poin 6 surat edaran tersebut, tercantum jumlah biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang harus dibayar oleh calon mahasiswa baru sejumlah Rp2.400.000 untuk Diploma 3 (D3) dan Rp3.000.000 untuk D4. Sebelumnya, biaya UKT yang dibebankan kepada mahasiswa sejumlah Rp1.750.000 untuk D3 dan Rp2.400.000 untuk D4.
Hal tersebut menimbulkan banyak polemik antara mahasiswa dan birokrasi. Sebagai perwakilan mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) berinisiatif untuk melakukan pertemuan dengan pihak birokrasi untuk memperjelas hal tersebut.
Pertemuan tersebut dilaksanakan pascaupacara peringatan hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei lalu yang dihadiri oleh Direktur, PD 1, PD 3, pembina kemahasiswaan, senat beserta BEM dan perwakilan lembaga kemahasiswaan di ruang rapat gedung Administrasi PNUP. BEM dan lembaga kemahasiswaan meminta penjelasan terkait kenaikan UKT yang akan diberlakukan untuk mahasiswa baru angkatan 2019, kejelasan mengenai sistem ‘pukul rata’ biaya UKT di awal semester, dan alokasi UKT yang dibayar oleh mahasiswa.
Kemana Alokasi UKT?
Presiden BEM, Hadi Irawan menanyakan tentang pengalokasian pembayaran UKT mahasiswa. “Saya sebagai mahasiswa dari awal sampai sekarang belum mengetahui uang yang dibayarkan untuk UKT sebenarnya ‘lari kemana’ dan digunakan untuk apa saja,” tanya Hadi.
“Apakah Biaya Kuliah Tunggal (BKT) tiap Politeknik dinaikkan ataukah Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari pemerintah yang belum menutupi nominal BKT sehingga UKT dinaikkan?” lanjutnya.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Prof. Muhammad Anshar selaku Direktur PNUP mengatakan bahwa kenaikan UKT bertujuan untuk perbaikan sarana dan prasarana yang ada di kampus. Prof. Anshar menjabarkan alasan kenapa UKT dinaikkan, antara lain:
1. Dana yang berasal dari pemerintah belum cukup untuk membiayai kegiatan praktikum, bengkel, dan lab;
2. Semua dosen, staf, dan honorer harus digaji;
3. Membayar cleaning service untuk tetap menjaga kebersihan kampus;
4. Pembayaran listrik;
5. Pembayaran air;
6. Pembayaran wifi;
7. Biaya perbaikan fasilitas kampus seperti perbaikan gazebo, gedung PKM, dan ruang-ruang belajar mahasiswa.
“Dengan adanya kenaikan UKT tentu nantinya akan dirasakan ada perubahan, tapi kalau kita tidak melakukan itu, PNUP akan tertinggal. Dimana kita mau mengambil dana jika bukan dari UKT sedangkan dana dari pemerintah tidak cukup untuk membiayai semua itu,” jelas Prof. Anshar. Hal tersebut dilakukan demi mengimbangi kebutuhan operasional sehingga PNUP tetap ‘eksis’.
Semua pertimbangan tersebut menjadi alasan dinaikkannya UKT. “Kalau tidak dilakukan kenaikan maka PNUP akan tutup,” tegasnya. “Saya juga sebagai pimpinan merasa terpaksa untuk menaikkan UKT, tapi kalau kita melihat kondisi ekonomi kampus memang sudah selayaknya dinaikkan, bukan untuk memperkaya diri,” tambahnya.
Untuk mendapatkan tambahan anggaran dari pemerintah, PNUP harus memiliki prestasi dan kegiatan yang berskala nasional sampai internasional. Sedangkan saat ini prestasi PNUP masih terbilang berada ‘di bawah’. “Mudah-mudahan ke depannya kita bisa mendapatkan nilai tambah sehingga kita bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah,” tambahnya.
Direktur mengatakan bahwa ia senang jika mahasiswa melakukan pertemuan dengan pimpinan kampus, agar pimpinan dapat mengetahui keresahan-keresahan mahasiswa dan menjawab serta mencari solusi dari keresahan itu. “Mohon maaf jika ini kebijakan pimpinan yang tidak menyenangkan, karena kita diharuskan oleh pemerintah pusat untuk mandiri. Saya memberi apresiasi atas inisiatif mereka karena telah mengundang pimpinan untuk membicarakan keresahan mereka,” ucap Prof. Anshar.
Meskipun telah dilakukan pertemuan, namun belum menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan, yaitu pertanyaan terkait kejelasan sistem ‘pukul rata’ biaya UKT di awal semester. Sebagai direktur, Prof. Anshar tidak menutup diri untuk melakukan pertemuan kembali dan menerima keresahan-keresahan dari mahasiswa. [BUL/281, ALI/CAB]