Latar Belakang Kebijakan UKT
Sebelum munculnya sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT), sistem pendidikan dirasa menemui suatu masalah. Salah satunya dalam wilayah pembayaran uang kuliah yang dibebankan terhadap mahasiswa. Terkhusus besarnya nominal Uang Pangkal dirasa memberatkan secara finansial bagi sebagian orang tua mahasiswa. Belum lagi di perjalanannya, kerap ada pungutan-pungutan lain seperti pungutan untuk praktik kerja lapangan, beli jas almamater, beli jas laboratorium, biaya KKN, yudisium, wisuda, dan sebagainya.
Akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat kebijakan sistem biaya pendidikan tinggi yang sampai saat ini terus digunakan, yaitu UKT. UKT dimaksudkan agar mahasiswa atau pun orang tua yang membiayainya hanya perlu membayar biaya pendidikan tinggi sekali pada tiap semester, tanpa ada pungutan-pungutan yang lainnya.
Adapun UKT pertama kali berlandaskan pada Surat Edaran (SE) Dikti No. 21/ E/T/2012, dan SE Dikti No. 274/E/T/2012. Selain itu juga ada SE No. 305/E/T/2012 tentang Larangan Kenaikan Biaya pendidikan tinggi. Peraturan yang melandasi UKT telah berkali-kali berganti, antara lain Permendikbud No. 55 Tahun 2013, Permendikbud No. 73 Tahun 2014, Permenristekdikti No. 22 Tahun 2015, Permenristekdikti No. 39 Tahun 2016, Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017, dan yang terakhir Kepmenristekdikti No. 91 Tahun 2018.
Nominal UKT ini bermacam-macam tergantung pilihan jurusan dan kelompok UKT-nya. Nominal-nominal tersebut muncul dari besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT) di tiap-tiap PTN. Yang dimaksud dengan BKT adalah keseluruhan biaya operasional yang terkait langsung dengan proses pembelajaran mahasiswa per semester pada program studi di PTN. BKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat dan Pemerintah. Artinya UKT yang dibayar oleh mahasiswa hanyalah untuk mendanai sebagian biaya operasionalnya, atau dengan kata lain mendanai sebagian BKT, karena sebagiannya lagi dibiayai pemerintah.
Pengelompokkan UKT dirancang oleh masing-masing PTN yang diatur secara garis besar dalam UUPT No. 12 Tahun 2012 Pasal 88 ayat 4. Lalu kemudian dilanjutkan dalam Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 3 yang berisi :
-
- UKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi:
- mahasiswa;
- orang tua mahasiswa; atau
- pihak lain yang membiayainya.
- Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PTN kepada Menteri untuk ditetapkan.
Kemudian ditambahkan kebijakan selanjutnya pada pasal 5 yang berisi :
- Pemimpin PTN dapat memberikan keringanan UKT dan/atau melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat:
- Ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau
- Perubahan data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian keringanan UKT dan/atau penetapan ulang pemberlakuan UKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemimpin PTN.
Permasalahan
Kembali dalam kampus Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) mengenai penerapan sistem UKT masih sangat simpang siur secara empiris semenjak diterapkannya sistem UKT. PNUP sendiri tidak menerapkan sistem tersebut secara penuh melalui ketentuan-ketentuan yang berlaku dengan berbagai contoh kasus empiris.
Pada saat pendaftaran ulang calon mahasiswa baru tiap tahunnya sama sekali tidak ada penetapan golongan melalui wawancara bagi calon mahasiswa baru, melainkan semua calon mahasiswa baru yang melalui jalur reguler baik PMDK maupun UMPN secara langsung dan kolektif ditetapkan pada golongan 3 yang berkisar Rp 1.700.000 – Rp 2.500.000 per semesternya, terkhusus penetapan UKT jenjang D3 sebesar Rp 1.750.000 per semester dan penetapan UKT jenjang D4 sebesar Rp 2.400.000 per semester atau dengan kata lain sistem UKT yang diterapkan untuk calon mahasiswa baru adalah “sistem pukul rata”.
Sistem ini sangat jelas tidak menjalankan amanat Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 3 yang isinya telah diuraikan di atas. Hanya saja Politeknik Negeri Ujung Pandang menerapkan ketentuan Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 5 mengenai penetapan ulang UKT bagi mahasiswa baru. Jadi secara sederhana kampus Polteknik Negeri Ujung Pandang dalam melaksanakan sistem UKT hanya merealisasikan Pasal 5 dan luput dalam Pasal 3 pada implementasinya.
Adapun dari hasil analisis tersebut menghasilkan dampak yang ditelaah secara empiris bagi mahasiswa baru setiap tahunnya yaitu kurang efektifnya penentuan golongan UKT bagi mahasiswa baru PNUP dikarenakan tidak adanya wawancara secara menyeluruh mengenai kondisi ekonomi orang tua mahasiswa atau yang membiayai.
Kemudian kebijakan yang baru saja mencuat dan diterapkan oleh Direktur PNUP ialah kebijakan mengenai kenaikan taraf biaya UKT golongan 3 terkhusus penetapan UKT jenjang D3 sebesar Rp 2.400.000 per semester dan penetapan UKT jenjang D4 sebesar Rp 3.000.000 per semester melalui selembaran PERSYARATAN PENERIMAAN MAHASISWA BARU JALUR PENELUSURAN MINAT DAN KETERAMPILAN POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG TAHUN AKADEMIK 2019/2020 bagi calon mahasiswa baru memiliki kenaikan sebesar rata-rata 38,6% dari taraf biaya UKT sebelumnya pada tiap jenjang dengan alasan yang telah disampaikan oleh Pembantu Direktur 1 PNUP tentang penambahan fasilitas kampus melalui wawancara dengan salah satu lembaga internal PNUP (lebih jelasnya dimuat dalam hasil wawancara lembaga internal tersebut).
Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan-keresahan dari berbagai pihak yang terkait dikarenakan memperhatikan secara gambaran-gambaran besar di dalam PNUP tersendiri, masih sering dijumpai ketimpangan-ketimpangan pada fasilitas umum yang ada (lebih jelasnya terlampir dalam lampiran-lampiran). Yang mengakibatkan bentuk-bentuk keraguan dan kecurigaan dalam penggunaan biaya UKT maupun BOPTN tersendiri yang dikelola oleh pejabat institusi dalam segi keefektifitasnya dikarenakan minimnya transparansi penggunaan biaya dan menimbulkan berbagai pertanyaan-pertanyaan.
Kesimpulan
Dari analisis dan berbagai permasalahan di atas, maka sangat diharapkan agar wacana singkat ini dapat diperhatikan dan ditanggapi dengan sebagaimana mestinya oleh pihak-pihak yang terkait terkhusus segenap sivitas akademika PNUP. Serta agar terjadinya bentuk keharmonisasian antar segenap sivitas akademika PNUP maka dari itu sangat dibutuhkan transpransi alokasi dana operasional yang dipergunakan, melalui diskusi-diskusi dan audiensi yang intens antara pihak pengelola institusi terkait beserta dengan mahasiswanya.
Dokumentasi: Fasilitas Kampus
Penulis: BEM KM-PNUP