![]() |
Ilustrasi. Mafia bola/bandar sedang melihat pertandingan yang telah diatur agar tetap berjalan sesuai kesepakatan. [Sumber: poliklitik.com] |
METANOIAC.id Beberapa waktu terakhir, kasus pengaturan skor atau Match Fixing kembali menggegerkan pecinta sepak bola tanah air. Pasalnya, banyak kontroversi-kontroversi yang terjadi di lapangan hijau sepanjang tahun 2018 ini. Bahkan diduga hampir setiap tingkatan Liga Indonesia yaitu Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 terindikasi adanya Match Fixing tersebut.
Salah
satu penyebab diduga terjadinya kasus ini yaitu dari kepemimpinan wasit yang
berat sebelah seperti memberikan pinalti “ghaib”,
mengesahkan gol “tangan Tuhan”, ganjaran hukuman yang tak sesuai dengan
pelanggaran yang dibuat, serta posisi bola yang seharusnya offside tetapi dianggap onside
agar tetap terjadi gol dan sebaliknya.
Kasus
Match Fixing sebenarnya adalah kasus
lama yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas oleh pihak yang berwenang. Namun,
mulai tahun 2018 ini sepertinya para pecinta sepak bola bisa sedikit lebih tenang
karena telah dibentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus oleh kepolisian untuk memberantas mafia
bola yang bernama Satgas Antimafia Bola.
Satgas
Antimafia Bola rupanya tak mau membuang banyak waktu untuk menuntaskan kasus
ini. Hari ini, pukul 10.00 WIB, Satgas Antimafia Bola menangkap sekaligus
menetapkan Dwi Irianto atau yang dikenal Mbah Putih sebagai tersangka
pengaturan skor di Yogyakarta. Sehari sebelumnya atau kemarin (27/12/2018)
pukul 10.00 WIB, anggota Executive Committee Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (EXCO PSSI) Johar Lin Eng ditangkap di bandara Halim
Perdana Kusuma, Jakarta Timur. JLE resmi menjadi tersangka atas kasus
pengaturan skor di Liga 3 dan kasus pemerasan terhadap manajer Persibara
Banjarnegara.
Dilansir
dari suryamalang.com bahwa Komisaris Besar (Kombes) Argo Yuwono selaku Ketua Tim Media Satgas
Antimafia Bola kepada awak media “Kami sedang mendalami dari tersangka J ini
perannya apa, kemudian motifnya apa, kemudian hubungannya dengan pelaku lain
seperti apa,” tuturnya di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Metro Jaya, Jakarta Selatan (24/12/2018).
Sebelumnya Satgas juga telah menetapkan Anik dan Priyanto sebagai tersangka lebih dulu karena
kasus pengaturan skor ini. Sehingga sampai saat ini Satgas Antimafia Bola sudah
resmi menetapkan 4 orang sebagai tersangka pengaturan skor dan diperkirakan
jumlah ini akan bertambah. Selain itu, hari ini (28/12/2018) Satgas Antimafia
Bola juga kembali memanggil Sekretariat Jendral (Sekjen) PSSI Ratu Tisha untuk dimintai keterangan
dan Tisha dipastikan penuhi panggilan Satgas yang sebelumnya pada pemanggilan
pertama Tisha tidak hadir.
Selain
Satgas Antimafia Bola, PSSI selaku federasi yang membentengi persepakbolaan
Indonesia juga tak tinggal diam. Saat ini sudah tercatat beberapa nama yang
diberikan hukuman oleh Komdis PSSI yang terbukti terlibat pengaturan skor dan
bentuk hukumannya antara lain:
- Hidayat anggota EXCO PSSI (Madura FC VS PSS Sleman) dilarang berkecimpung di dunia sepak bola selama 3 tahun, dilarang menonton langsung pertandingan sepakbola di stadion selama 2 tahun dan denda Rp 150 juta.
- PSMP Mojokerto (PSMP Mojokerto VS Kalteng Putra) dilarang ikut kompetisi selama tahun 2019.
- Krisna Adi pemain PSMP Mojokerto (PSMP Mojokerto VS Kalteng Putra) dilarang beraktivitas dalam kegiatan sepakbola di lingkungan PSSI seumur hidup.
- Bambang Suryo (Persekam Metro FC VS PS Ngada) dilarang beraktivitas dalam kegiatan sepakbola di lingkungan PSSI seumur hidup.
- Dwi Irianto atau Mbah Putih anggota Komdis PSSI (menerima aliran uang pengaturan skor) dinonaktifkan dari PSSI.
Selain nama-nama di atas, Komdis PSSI juga memanggil 76 pengelola akun sosial media yang dianggap menyebarkan isu Match Fixing. Hal ini dilakukan untuk dimintai keterangan sekaligus bukti mengenai isu Match Fixing yang disebarkan melalui masing-masing akun. Apabila pengelola akun tidak bisa memberikan bukti adanya Match Fixing, maka PSSI akan melaporkan pengelola akun tersebut ke pihak kepolisian sebagai penyebar hoax atau pencemaran nama baik. “Panggilan Komdis PSSI diharapkan untuk dipenuhi dengan membawa bukti,” kata Joko Driyono selaku Wakil Ketua Umum PSSI melalui Bolasport.com di Hotel Senayan, Jakarta.
Namun, pro-kontra terus terjadi, beberapa pihak menganggap bahwa PSSI tidak terbuka kepada Satgas Antimafia Bola dan tidak serius dalam memberantas mafia bola walaupun PSSI sudah menjatuhkan beberapa hukuman. Hal ini disebabkan, hukuman yang diberikan PSSI kepada tersangka terlalu ringan atau tidak sesuai dengan perbuatan tersangka seperti hukuman untuk Hidayat.
Komisi Disiplin (Komdis) PSSI seakan-akan hanya berhenti di Hidayat, tidak mengupas tuntas pihak yang terlibat dan terkesan melindungi anggota-anggotanya yang terlibat pengaturan skor. “hukuman yang dijatuhkan oleh PSSI terhadap Hidayat sangat mengecewakan dan menjadi preseden buruk bagi dunia sepak bola di tanah air. Hukuman hanya 2 tahun sangat ringan dan tidak menjerakan untuk pelaku pengaturan skor, harusnya selama seumur hidup. Pengurus PSSI di era Edy Rahmayadi terkesan melindungi atau berkompromi dengan Hidayat,” kata ketua Koalisi Antimafia Sepakbola pada diskusi Mendorong Proses Hukum untuk Pelaku Pengaturan Skor di Sepakbola Indonesia melalui beritasatu.com.
Terlepas dari pro-kontra yang terjadi, semoga kasus ini bisa segera selesai dan dikupas tuntas hingga ke akar-akarnya agar para pecinta sepak bola Indonesia bisa menikmati pertandingan sepak bola yang bersih, sportif dan fair play. [FK/280]
0 Komentar