NOBAR. Situasi NOBAR (Nonton Bareng) dan diskusi film Asimetris oleh Pers Mahasiswa PNUP di Kantin PNUP, Kamis (31/05/2018) [CAB/RG] |
METANOIAC.id Pada hari kamis (31/05) lalu,Pers Mahasiswa PNUP (Politeknik Negeri Ujung Pandang) melakukan kegiatan nonton dan diskusi film dokumenter Eskpedisi Indonesia Biru bertajuk Asimetris bersama UKM Mapala PNUP (Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam).
Kegiatan yang dilaksanakan pada Kantin PNUP ini merupakan rangkaian kegiatan nonformal Karya Wisata Jurnalistik yang akan dilakukan oleh Anggota Magang Pers Mahasiswa PNUP. Kegiatan ini ditujukan untuk sekadar berbagi informasi mengenai advokasi lingkungan yang dihadapi oleh pegiat pecinta alam.
Asimetris merupakan film kesembilan dari hasil perjalanan ekspedisi setelah “Samin vs Semen”, “Kala Benoa”, The Mahuzes” dan lima film lainnya yang juga didukung oleh Watchdoc. Film ini menyuguhkan dan merekam penyebab terjadinya tragedi kabut asap yang berdampak pada 69 juta jiwa manusia pada pulau Kalimantan tahun 2015 lalu.
Menyimak. Peserta kegiatan Nobar dan Diskusi Film Pers Mahasiswa PNUP menyimak film Asimetris di Kantin PNUP, Kamis (31/05/2018) [CAB/RG] |
Film ini melakukan sorotan kepada industri perkebunan kelapa sawit yang luasnya kini mencapai 11 juta hektar atau hampir sama dengan luas pulau Jawa. Film tersebut tidak hanya melihat lebih dekat bagaimana dampak industri perkebunan penghasil devisa terbesar itu bagi masyarakat dan lingkungan, tapi juga menyuguhkan bagaimana pengaruh industri ini dalam pemerintahan, aparat keamanan, hingga diri kita dari kamar mandi, dapur dan kendaraan.
Asimetris kemudian dijadikan pemantik dalam diskusi bersama UKM Mapala mengenai Advokasi lingkungan yang saat ini mereka hadapi. Menurut Candra Nur dari UKM Mapala, masalah yang disuguhkan film Asimetris hanya satu dari sekian banyak masalah lingkungan di Indonesia yang kurang mendapat perhatian.
Candra kemudian mengajak untuk melihat lebih dekat masalah yang saat ini perlu diketahui bersama. Ada satu masalah yang saat ini dikawal oleh UKM Mapala yang hendak disosialisasikan, masalah mengenai kondisi gunung Bawakaraeng yang semakin memprihatinkan. “Mari lihat kedalam dulu, ada satu gunung yang rusak teraniaya ditanahnya sendiri.” tutur Candra.
Candra menceritakan saat ini ia dan teman-teman UKM Mapala turut mendukung rencana FISS (Forum Intelektual Sulawesi Selatan) untuk menjadikan gunung Bawakaraeng sebagai kawasan heritage. Hal ini dilakukan karena gunung Bawakaraeng telah mengalami kerusakan fisik dan nonfisik. “Dari data FISS, di tahun 2014 kerusakan fisik terjadi pada gunung bawakaraeng sudah mencapai 64%,” ucap Candra.
Bagi Candra, masalah mengenai lingkungan kini bukan hanya masalah komunitas pecinta alam, melainkan masalah seluruh pihak. “Dampak kerusakan lingkungan bukan hanya bagi pecinta alam dan lingkungan saja, tapi kita semua,” ujar Candra. (YOO/246)