![]() |
Tahun baru 1946 bukanlah tahun yang menyenangkan bagi Indonesia (YOO/246) |
Terbayang bagaimana sumringahnya wajah-wajah warga Indonesia kala kemerdekaan 17 Agustus 1945. Bagi warga Indonesia, memang merdeka itu mahal, harus mengorbankan banyak darah dan harta. Namun merdeka bukan berarti merdeka yang sempurna. Para pejabat tidak pernah tenang meskipun merah putih berkibar di ujung tiang.
Para Penjajah
Setelah kemerdekaan direbut dari Jepang, pasukan mereka belum ditarik sepenuhnya dari Jakarta, ibu kota negara pertama. Belum lagi pada tanggal 29 September 1945, Belanda datang kembali bersama sekutu dan berhasil menduduki Jakarta. Tembakan terdengar dimana-mana, situasi menjadi kacau hingga tahun baru 1946.
Pemindahan Ibu Kota
Bukan hal mudah memutuskan perpindahan ibu kota negara. Tahun baru 1946, situasi bertambah kacau dan ibu kota dirasa tak aman lagi. Sultan Hamengkubuwono IX memberi saran agar ibu kota berpindah ke Yogyakarta. Soekarno menggelar rapat perpindahan ibu kota dan diputuskan ibu kota berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 3 Januari 1946.
Rencana pemindahan pun disusun sebaik-baiknya agar tak ketahuan oleh pihak Belanda. “Seandainya kami ketahuan, seluruh negara dapat dihancurkan dengan satu granat. Dan kami sesungguhnya tidak henti berpikir apakah pekerjaan itu akan berlangsung dengan aman. Tetapi Republik dilahirkan dengan risiko. Setiap gerakan revolusioner menghendaki keberanian,” kata Soekarno.
Perjalanan menuju Yogyakarta dipenuhi rasa was-was di atas kereta api. Bagaimana tidak, seakan nyawa seluruh bangsa berada di tangan Soekarno dan pejabat lain. Lebih dari itu, mereka berhasil sampai ke Yogyakarta dan membangun pemerintahan disana.
Mengapa Yogyakarta?
Selain saran dari Sultan Hamengkubuwono IX, Yogyakarta dianggap sebagai daerah paling aman dan paling siap atas kemerdekaan Indonesia. Selain itu, fasilitas di kota Yogyakarta cukup memadai. Namun, kota Yogyakarta yang relatif sempit membuat gedung pemerintahan tersebar sampai Magelang dan Solo.
Yogyakarta menjadi ibu kota selama hampir dua tahun. Dan di Yogyakarta pula HUT Republik Indonesia pertama. Maka Yogyakarta telah menjadi kota bersejarah, kota perjuangan, dan kota hijrah. (TUT/261)
*sumber gambar : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/31/Sukarno%27s_return_to_Yogyakarta,_Kota_Jogjakarta_200_Tahun,_plate_before_page_73.jpg