
Sebelumnya tercatat kelas kerja sama lain juga
pernah ada di PNUP, seperti di program studi D3 Konversi Energi - PLN dan Prodi
kerja sama D1 Otomotif - Toyota Kalla. Kelas kerja sama sendiri pada dasarnya
dijalankan atas standar aturan main yang disepakati oleh dua pihak yang
menjalin kerja sama, dalam hal ini PNUP dengan instansi atau korporasi
tertentu.
D3 Teknik Listrik merupakan program studi yang saat
ini menjalankan kelas regular dan kelas kerja sama. Untuk kelas kerja sama,
bentuk kerjasamanya jelas, program ikatan dinas yang seleksi masuknya
menggunakan sistem gugur dengan sejumlah evaluasi dan persyaratan yang telah
ditentukan oleh pihak PLN. Untuk seleksinya sendiri jauh berbeda dengan jalur
reguler, dimana seleksi KKS dilaksanakan terpisah dengan sistem yang berbeda
dengan jalur reguler/biasa. D3 Teknik Listrik KKS PLN dari awal pendaftaran
sampai pada tahap penyaringan memiliki jalur tersendiri.
Sedangkan untuk D3 Teknik Alat Berat pada awal
pembukaannya langsung berkerjasama dengan Trakindo (cooperated). Adapun jadwal pendaftaran dan tes memiliki jadwal
yang sama dengan jalur reguler, namun pada tahap lanjutan KKS Alat Berat
memiliki tahap seleksi sendiri yang langsung melibatkan pihak Trakindo sama
seperti PLN pada KKS D3 Teknik Listrik, setidaknya itu benar-benar mulai
berlaku pada angkatan kedua (angkatan 2015).
"Di awal perekrutannya pihak perusahaan juga
ikut andil dalam penerimaan calon mahasiswa baru terkhusus untuk program studi
alat berat," ungkap salah seorang mahasiswa Alat Berat, Angkatan 2015, Rahman (08/06). Menurutnya,
bayang-bayang soal fasilitas yang akan memadai disertai poin lebih bahwa ia
akan kuliah dengan status mahasiswa kelas kerja sama dengan salah satu
perusahaan alat berat ternama memunculkan harapan lebih yang kala itu
membuatnya begitu senang.
"Dengan harapan yang begitu banyak karena kerja
sama ini akan lebih memudahkan untuk menjalani proses perkuliahan. Dengan
saling memfasilitasi antara pihak kampus dengan perusahaan tersebut,"
imbuh Rahman melanjutkan ceritanya saat awal-awal ia dinyatakan lolos di PNUP.
Selanjutnya Rahman menguraikan penjelasannya pada
tiap semester yang telah ia lewati. Pada semester 1, ia beserta teman kelasnya
sama sekali tidak mendapatkan kelas praktek yang umum dilaksanakan di program
studi lain. Dengan berbagai alasan, workshop/bengkel
yang telah disediakan dan dikhususkan untuk mereka tidak ditempati.
"Fasilitas yang ada di workshop
tersebut belum lengkap sama sepertinya bangunan itu masih dalam tahap proses
tetapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut, " jelasnya.
Ketika memasuki semester 2, sepengetahuan Rahman,
semua mata kuliah merupakan mata kuliah praktek namun kebanyakan ternyata
sebatas teori dengan praktek yang hanya seadanya. "Di semester 2 ini kami
sangat berharap akan di OJT-kan supaya bisa belajar lebih lagi tetapi hal itu tidak
terlaksana," tutur Rahman. Pada semester ini pula, Rahman mulai mendengar
desas-desus tentang diusulkannya konsentrasi Alat Berat untuk segera menjadi
prodi Alat Berat.
Harapan untuk segera praktek lantas sedikit
tertawarkan ketika pihak kampus mendatangkan beberapa unit alat berat pada saat
semester 3. Saat itu menurut Rahman, ia tidak menyangka dan tidak terlalu tahu
mengenai pengadaan tersebut. Memasuki semester 4, rupanya keluhan yang
dirasanya masih dalam benang merah yang sama. "Sampai semester sekarang
kami hanya dapat belajar di kelas dengan penuh teori, meskipun terdapat praktik
tetapi hanya apa adanya di karenakan bahan praktik khusus untuk alat berat
sangat minim."
Menurut Rahman, seperti yang diakui adik kelasnya
yang mempertanyakan kejelasan apakah mereka masuk dalam lingkup kerja sama atau
bukan, sempat menyeruak akibat dari kondisi-kondisi yang telah ia jelaskan
sebelumnya. Di akhir-akhir pernyataanya, Rahman berharap agar hubungan kerja
sama ke depan bisa lebih diperbaiki.
A.M Anzarih selaku KPS Teknik Otomotif kemudian
mengonfirmasi pertanyaan-pertanyaan mahasiswa. Sebagai KPS Teknik Otomotif
kedua yang mewarisi kendali konsentrasi Teknik Alat Berat dari KPS sebelumnya, Anzarih
mengawali dengan mengungkapakan bahwa latar belakang utama adanya Kelas Kerja
Sama (KKS) adalah adanya tawaran dari pihak Trakindo.
“Yang saya tahu itu tawaran dari Trakindo, kemudian
Poltek bersedia,” ungkapnya saat ditemui disela-sela kesibukannya (31/05). Bersama
dengan beberapa politeknik lain di Indonesia, Teknik Otomotif Konsentrasi Alal
Berat – PNUP menjadi politeknik yang paling belakangan dan terhitung baru
melakukan kerja sama dengan pihak Trakindo.
Adanya kesimpangsiuran mengenai kejelasan status
Kelas Kerja Sama (KKS) yang dipertanyakan beberapa mahasiswa Alat Berat dikarenakan
status mahasiswa ada yang mendapat beasiswa dan ada yang tidak mendapatkan
beasiswa. Padahal menurut Anzarih semua angkatan masuk dalam lingkup kerjasama (COOP), “cuma yang ada beasiswanya, baru angkatan pertama (angkatan 2014
–red),” imbuhnya.
Lebih lanjut, Anzarih menegaskan bahwa angkatan
pertama mendapatkan beasiswa dikarenakan angkatan pertama merupakan alumni dari
beberapa SMK yang sebelumnya memang telah menjalin kerjasama dengan pihak
Trakindo yang kemudian dikuliahkan di politeknik. Sementara beberapa mahasiswa
lain, ada yang memang sebelumnya telah menjadi teknisi di Trakindo. Meski
begitu, tata laksana pembelajaran antara yang mendapatkan beasiswa dan yang non
beasiswa tidaklah memiliki perbedaan.
Untuk tahun 2017 sendiri, menurut Anzarih, dari enam
politeknik yang menjalin kerja sama dengan Trakindo, Politeknik Negeri
Samarinda kembali menjadi pihak yang mendapat kesempatan untuk melakukan
pembinaan kelas/angkatan dengan fasilitas beasiswa tersebut.
Keluhan Lawas Lain
Sementara itu, Tomi Saputra Sitinjak, yang juga
merupakan angkatan pertama mengemukakan bahwa ia lebih cenderung mengeluhkan
penerapan kurikulum yang ia istilahkan kurang rapih. Ia mengambil contoh kasus
yang ia rasa pada semester akhir, dimana ia mesti harus menyelesaikan enam mata
kuliah sambil menyusun tugas akhir.
Sebelumnya, praktik yang minim juga sempat menjadi
pertanyaan yang mengganjal selama Tomi menempuh kuliah. Meski sejauh ini, pihak
kampus telah mendatangkan dua unit alat berat namun menurutnya praktikum
terutama yang berkaitan dengan tools
alat berat hampir tidak pernah dilaksanakan di dalam kampus. Bersama dengan teman
kelasnya yang lain, praktik langsung mereka dapatkan saat dikirim ke beberapa
cabang Trakindo di Indonesia.
Dibalik keluhannya mengenai fasilitas praktikum,
Tomi sendiri memberikan pemakluman lebih atas keterbatasan alat praktikum yang
diakibatkan karena terbatasnya pendanaan, ia menilai proses dalam hal ini
memang tidak bisa di kesampingkan. “Tidak bisa bagaimana-bagaimana yah. Karena
segala sesuatunya butuh dana,” tutur Tomi (31/05).
Tomi sendiri pernah mengeluh langsung pada dosen
atas kondisi yang ia rasakan. Lebih lanjut, Tomi berharap agar kompetensi dosen
dalam mengajar dan memberikan materi agar ke depan lebih diperhatikan. “Lebih
ke materi dosennya,” tutup Tomi.
Adapun Noor Wahyudi juga berpendapat dan memiliki
keluhan umum seperti yang dirasakan Tomi, ia menilai bahwa kerja sama antara
Trakindo dan PNUP terasa cukup jelas, cuma menurutnya belum maksimal. Sebagai
angkatan pertama yang ia juga sebut sebagai angkatan percobaan, lini kekurangan
bisa mereka rasakan betul dan tahu hal seperti apa yang harusnya diperbaiki.
Dari pernyataanya, ia mengungkapkan angkatan kedua
dan seterusnya yang non-beasiswa harusnya tidak berkecil hati karena prioritas
untuk menjadi karyawan Trakindo tetap ada. Iapun juga berharap agar hal yang
menghambat porsi praktikum dapat segera teratasi agar angkatan selanjutnya bisa
lebih maksimal dalam melakasanakan proses pembelajaran. “Progres lebih
dipercepat saja,” tutur Wahyu (31/05)
Anzarih pun tak menampik keluhan dari mahasiswa yang
menganggap peralatan masih kurang memadai meski statusnya telah menjalin kerja
sama. Menurut Anzarih, salah satu penyebabnya adalah dana yang terbatas beberapa tahun terakhir.
Namun mengharap pemakluman, menurutnya kondisi Teknik Alat Berat yang terhitung
masih baru dirasa butuh waktu untuk terus melengkapi kekurangan, dimana
pembiayaan sangat tergantung dari pembiayaan negara.
Sebagai bentuk koordinasi dalam rangka meningkatkan
kualitas, menurut Anzarih selalu ada komunikasi intensif antara pihak cabang
Trakindo dengan PNUP, diamana hal itu juga berlaku pada semua politeknik yang
menjalin kerja sama dengan perusahaan tersebut. “Tiap bulan selalu ada
pertemuan dengan Trakindo,” jelasnya.
Kekhawatiran mahasiswa yang belum mendapatkan skill dalam bidang alat berat telah
perlahan diatasi dengan mendatangkan alat berat yang akan ditempati mahasiswa
untuk melakukan praktik operator. Terlebih menurut Anshari, untuk melatih
sekitar 12 skill wajib sebenarnya telah dipersiapkan dan akan
dilangsungkan sesegera mungkin, terutama untuk angkatan kedua.
Di sisi lain, angkatan yang baru akan memasuki semester
lima nantinya akan diberikan kesempatan untuk magang di Trakindo sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. “Magang di trakindo selama satu semester,”
jelas Anzarih.
Adapun untuk mengatasi perlunya peningkatan
kompetensi pengajar, ide untuk melakukan pelatihan pada staf pengajar lantas
muncul dari pihak Trakindo, yang mana pelatihan tersebut difasilitasi penuh
oleh Trakindo. “Pelatihan atau peningkatan skill
staf pengajar, dibiayai semua kecuali tiketnya,” tutur Anzarih. Meski untuk
sementara, baru ada empat staf dosen dari target minimal enam staf dosen yang
diproyeksikan untuk mengikuti pelatihan.
Baiknya Memang jadi Prodi
Mengenai kurikulum dan mata kuliah, menurut Anzarih
pada enam politeknik yang memiliki program studi Teknik Alat Berat dan
bekerjasama dengan Trakindo pada dasarnya memiliki kurikulum yang cukup identik
satu sama lain. “Kurikulumnya hampir sama seluruh Indonesia,” jelasnya.
Adapun menurutnya sudah sangat pasti kurikulum Teknik
Otomotif dengan Teknik Alat Berat berbeda. Terlebih lagi, seperti yang diakui Anzarih
bahwa sebelumya Alat Berat memang diproyeksikan sebagai cikal bakal Program
Studi Teknik Alat Berat, dimana proposal pengajuan pembentukan program studi
telah terkirim.
“Kalo sudah mandiri program studi Alat Berat, akan
lebih bagus lagi,” pesan Anzarih sembari meminta mahasiswa untuk sedikit
bersabar atas kekurangan yang ada. Dari
pernyataanya, ia merasa upaya untuk memberikan proses pembelajaran yang baik
pada mahasiswa pada intinya selalu coba dilakukan. “Yang jelas kami di sini
selalu melayani mahasiswa dengan baik sesuai dengan kemampuan kami,” imbuhnya.
Lebih jauh selaku KPS Teknik Otomotif, ia berharap
kerja sama yang dijalin selama ini dengan pihak Trakindo bisa tetap
dipertahanakan. “Kalo ada yang kurang kita perbaiki lah, kalo ada yang baik
kita pertahankan, harapan saya seperti itu,” tutup Anzarih.
Sementara itu menurut Kajur Mesin, Dr. Jamal, turut
memberikan pandangan, ia mengemukakan pendapat yang hampir sama dengan KPS
Otomotif, ia menyatakan bahwa kurikulum tersusun atas dasar kesepakatan dengan
Trakindo berdasarkan target yang ingin dicapai pada mahasiswa sesuai dengan
tingkat kebutuhan yang ada di lapangan/industri. “Namanya kerja sama, kita tidak
harus memaksakan,” tutur Jamal (31/05).
Meski menyatakan bahwa tidak ada keluhan mahasiswa
Teknik Alat Berat yang sampai padanya sebagai Kajur, ia juga menilai bahwa
kelengapan laboratorium memang masih perlu diperhatikan. Dengan melihat bahwa sebagai
bagian dari kerja sama, untuk sementara Trakindo bersedia laboratorium
perusahaan ditempati praktik bagi mahasiswa Alat Berat, menurutnya hal itu
sudah cukup membantu.
Upaya untuk melengkapi fasilitasi praktikum dan
pembelajaran pada dasarnya selalu diusahakan, terlebih jika melihat bahwa
Teknik Alat Berat pada awalnya memang diproyeksikan untuk menjadi Prodi, meskipun tidak bisa ditampik pendanaan yang
tidak sedikit membutuhakan waktu dalam pengadaannya. “Tetap saja, ke depan kita
harus punya tersendiri, tapi butuh proses,” jelas Jamal.
Lebih jauh, Jamal menjelasakan bahwa mahasiswa Alat
Berat yang tidak termasuk dalam kelas beasiswa Trakindo agar ke depan bisa
lebih diperhatikan, dikarenakan porsi pengalaman yang didapatkan sedikit
berbeda jika menilik bahwa kelas beasiswa adalah lulusan SMK yang memang dari
awal telah bekerja sama dengan Trakindo.
Sehingga selain kerja sama yang telah ada sekarang
lebih ditingkatkan, ia pribadi mengharapakan pangsa kerja sama dengan
perusahaan lain juga bisa dikembangkan ke depan, apalagi jika melihat kerja
sama dengan suatu instansi perusahan memiliki tempo dalam pelaksanannya.
“Ketika sudah namanya Alat Berat, kita tidak boleh hanya mengenal satu model
produksi alat berat saja,” harapnya. (AA/233)
0 Komentar